Siang kemarin (6/10) saya sempat berkumpul dengan teman-teman dan membincangkan perihal program selama Oktober 2021 ini. Di sela-sela itu saat istirahat muncul niat untuk membuat konten video, seorang teman mengatakan, “Ini top dibahas yaitu tentang Khabib Nurmagomedov.”
Saya pun tertarik untuk segera melihat. Dan, ternyata benar, jagat maya sedang dihebohkan oleh berita tentang penolakan Khabib Nurmagomedov terhadap tawaran minum wine dari legenda Manchester United Sir Alex Ferguson.
Media pun tampak antusias memberitakan kejadian itu. Dan, tampaknya ini adalah satu berita yang sangat menarik dari berbagai sisi, tidak terkecuali bagi saya sendiri.
Baca Lagi: Taqwa Sumber Bahagia
Sikap mental Khabib Nurmagomedov benar-benar top dan luar biasa. Popularitas tidak menjadikannya kehilangan identitas. Pergaulan tidak membuatinya harus mentoleransi hal-hal yang dapat merusak iman.
Mental Superior
Jika terus kita kaji lebih dalam maka kita akan temukan satu fakta bahwa sebenarnya fenomena seorang Khabib Nurmagomedov ini adalah buah dari mental superior.
Mental ini tentu saja tumbuh dari sebuah penanaman keyakinan yang terawat sedemikian rupa, sehingga menjadi satu karakter kuat. Sikapnya tegas, tidak pernah ragu, gamang dan gagap dalam pergaulan.
Mental seperti ini lahir dari kesadaran. Tidak bisa terpengaruh oleh kondisi eksternal. Sebagai manusia dia sadar tentang eksistensinya dan sebagai seorang hamba yang punya iman dia mengerti apa yang harus jadi tindakannya.
Maka ketika berprestasi Khabib bukankah orang yang tinggi hati. Dan ketika bertarung dia bukanlah orang yang suka meremehkan lawan. Baginya untuk menang dan berprestasi yang paling utama adalah kekuatan mentalitasnya.
Ketika mentalitas seseorang kuat maka segala hal yang eksternal, tak akan mampu menembuh prinsip hidupnya.
Katakanlah sesuatu itu popularitas seseorang. Ketika ia bercengkerama dengan orang yang populer dia juga tetap pada sikap utama sebagai seorang yang punya keimanan.
Mentalitas inilah yang dahulu ada dalam sosok Ja’far bin Abu Tholib. Yaitu ketika memimpin kaum muslimin hijrah ke Habasyah. Posisi ketika itu adalah seorang pencari suaka.
Meski demikian dalam kondisi yang terjepit itu, ia tidak pernah merengek kepada raja Najasyi, bahkan ia mampu menjelaskan Islam itu dengan mentalitas yang penuh percaya diri.
Tetap Bergaul
Jadi kalau belakangan muncul orang ingin bergaul dengan segala kalangan, sebenarnya adalah hal yang sangat baik. Asalkan dengan catatan ia telah memiliki mental superior.
Karena hanya dengan mentalitas superior itulah seseorang bisa memberi warna, pengaruh, dan dampak positif di dalam pergaulannya. Bukan yang sebaliknya justru diri sendiri terserap pada perilaku-perilaku yang destruktif.
Saat Khabib Nurmagomedov menolak wine dari seorang legenda MU itu, berarti ia sedang menyampaikan bahwa ia memiliki prinsip hidup. Lebih jauh ia tidak mungkin meninggalkan prinsip itu hanya karena sebuah minuman. Sesuatu yang baginya itu buruk dan tak perlu.
Meski demikian Khabib tidak menyalahkan orang penting di MU itu. Ia memahami tentang kultur yang ada di lingkungan Sir Alex Ferguson. Meski demikian ia tetap akrab, bergaul dan tentu saja meninggalkan pesan penting bagi kawan-kawan barunya itu.
Jadi kalau ada orang seperti Khabib Nurmagomedov di Indonesia yang kemudian turun sebagai intelektual, politisi, pengusaha, peneliti, dan apapun namanya maka ia tidak akan pernah kehilangan identitas keislaman dan keindonesiaan nya. Sebagaimana dahulu ada KH Agus Salim yang mampu mengungguli Belanda di dalam diplomasi.
Baca Lagi: Benarkah Politisi Banyak yang Miskin Nilai?
Mentalitas seperti ini perlu untuk kita bisa menang, mendapat kebaikan dalam pergaulan, dan terhormat dalam kehidupan.
Kita bisa bayangkan bagaimana dunia akan memberi penilaian, sekiranya Khabib Nurmagomedov meminum minuman beralkohol itu?*