Kalau mau didata masalah di Indonesia ini sepertinya tidak akan pernah selesai ditulis bahkan dalam serial buku berjilid-jilid. Bayangkan saja urusan garam kita impor. Pertanian luas tapi beras tidak pernah tidak impor. Saya pun coba mikir-mikir boleh jadi ini dikarenakan perilaku malas mikir. Tetapi apakah benar seperti itu?
Sekarang kita coba lihat lagi dalam bidang kehidupan lain. Negara-negara di Timur Tengah itu dengan kekayaan sumber daya alamnya rakyatnya bisa hidup makmur. Di Indonesia sumber daya alam melimpah rakyatnya masih banyak nganggur.
Bahkan kita sekarang berhadapan dengan satu keadaan di mana orang yang berjanji tidak merasa ada beban moral untuk menepati. Malah semakin senang dan semangat mengeluarkan janji-janji baru. Anehnya tidak sedikit yang percaya bahkan membela.
Baca Juga: Hidup dengan Bahasa Aqidah
Pertanyaannya adalah apakah keadaan ini bisa diubah?
Kalau bisa dari mana memulainya?
Mari Berpikir
Berpikir ini merupakan satu kekuatan yang Allah berikan kepada umat manusia. Kalau di dalam Alquran banyak perintah bahkan tantangan untuk kita berpikir. Bahasanya Muhammad Arkoun di dalam bukunya Rethinking Islam, Alquran selalu mengundang kita untuk melihat dalam pengertian berpikir.
Kita tentu ingat ada sebagian orang yang mengatakan bahwa masalah di Indonesia bukan sekedar kemiskinan tetapi juga pemiskinan. Tidak perlu jauh berteori pandemi ini sudah menyebabkan banyak sekali anak-anak Indonesia menjadi yatim dan sudah pasti mereka akan putus sekolah.
Kita bisa bayangkan pada dua dekade kedepan ketika anak-anak yatim yang tidak bisa sekolah itu berada di usia produktif mengisi kehidupan berbangsa dan bernegara ini. Akan seperti apa kualitas bangsa Indonesia?
Belum lagi yang ada orang tuanya hidup sehari-hari dengan keasikan bermain game. Jika mereka tidak memiliki satu pondasi di dalam melihat kehidupan Apakah ada yang bisa membayangkan Indonesia di masa yang akan datang jika kebanyakan generasinya adalah lulusan permainan game?
Jadi ungkapan mari berpikir ini tidak harus dimulai dengan bikin diskusi besar dan membahas tema-tema universal. Cukup kita mulai dari diri sendiri.
Misalnya untuk apa memiliki akun media sosial? Atau bagi remaja dan mahasiswa mengapa banyak waktu habis di depan handphone dengan cara rebahan?
Jauhi Malas
“Waspadalah kalian dari bersikap malas dan jemu karena keduanya merupakan kunci segala keburukan. Sesungguhnya orang yang bersikap malas tidak akan menunaikan hak, dan orang yang bersikap jemur tidak akan bersabar dalam menunaikan hak.”
Kalimat itu adalah sebuah ungkapan yang saya temukan pada buku “Islam yang Mengayomi” sebuah pemikiran KH Hasyim Muzadi.
Kalau kita tarik pada situasi umum banyaknya orang yang tidak bertanggung jawab termasuk para pejabat maka itu adalah buah dari kemalasan.
Mengapa ada anggota DPR tidur saat rapat? Mengapa ada seorang pemimpin tanda tangan terhadap keputusan yang dia tidak dibaca sungguh-sungguh? Mengapa ada anak sekolah tetapi pelajaran bukan yang utama dalam pikiran dan kesehariannya?
Baca Lagi: Negara Bahagia
Oleh karena itu mari jauhi malas. Kalau kembali kepada ajaran Islam perintah pertama itu ya membaca.
Kata KH Hasyim Muzadi, baca apa saja yang ada dan membacanya dengan menggunakan semua potensi yang diberikan Allah, baik pikiran yang dinisbatkan pada afala ta’qilun, baik ingatan yang dinisbatkan pada afala tadzakkarun, dan juga hati yang dinisbatkan pada afala tubsirun.
Kalau begitu sebenarnya umat Islam potensial membawa perubahan bangsa Indonesia. Dengan catatan malas berpikir betul-betul dijawab dengan antusiasme benar-benar membaca dengan nama Allah. Apakah sahabat setuju?*