Malam hari setelah beberapa saat menikmati teh hangat saya menyambar buku karya Doktor Muhammad Arkoun, judulnya Rethinking Islam.
Di dalamnya dikutip kritik terhadap kekuasan dan politik dari seorang ilmuwan pakar geografi yaitu Ibnu Hauqal.
Ia hidup pada abad ke-10 dan ia menemukan fenomena para pejabat yang hidup dengan akal pendek.
Ia menuliskan, “Pejabat-pejabat lebih mementingkan hari ini ketimbang esok hari.
Kenikmatan kenikmatan terlarang dan nafsu nafsu duniawi memalingkan mereka dari ketentuan-ketentuan Yang Maha Tinggi, (lupa dengan) tugas-tugas pemerintah dan peran mereka sebagai pemimpin.
Mereka selalu memperhatikan barang-barang milik pedagang dan kekayaan-kekayaan rakyat sehingga mereka dapat memeluk, memahami mereka dengan tipu daya, dengan menyebarkan jaring-jaring dan jebakan untuk menangkap permainan ini.
Mereka hanya punya satu keinginan yang jelas yakni mendengarkan orang-orang lain mendoakan mereka dan menyebut nama mereka di tempat-tempat umum.
Mereka kurang memperhatikan bahwa kota-kota perbatasan membutuhkan dukungan mereka dalam masalah binatang ternak, persediaan air, pasukan pengaman, peralatan dan bahan-bahan makanan.
Baca Lagi: Negara Bahagia
Pejabat-pejabat itu sibuk mengumpulkan dan melindungi barang-barang mereka (sehingga) jadi lupa untuk melakukan apa yang baik bagi rakyat dan lupa memikirkan tentang kemalangan kemalangan yang berasal dari mereka.”
Intelektual Kini
Kalau kita perhatikan kritik ini lahir dari seorang ahli geografi. Itu berarti dia memiliki hati nurani dan karena itu berani memberikan sebuah catatan agar para pejabat menyadari kekeliruan yang mereka lakukan.
Langkah ini jelas bukan tanpa resiko tetapi itulah yang dipilih dan ini memberikan satu pelajaran penting bagi kita bahwa dengan ilmu yang kita miliki sudah seharusnya kita hadir di dalam ruang-ruang di mana potensi kerusakan itu ditimbulkan yang dulunya ternyata bersumber dari paradigma para pejabat tentang kehidupan yang cenderung disorientasi sehingga lupa kepada tugas dan tanggung jawab utamanya sebagai pemimpin yang melayani dan melindungi segenap rakyatnya.
Langkah Konkret
Jika melihat fakta tersebut yang sebenarnya juga sedang merajalela di era saat ini, maka penting bagi kita menarik satu kesimpulan bahwa bidang politik yang termasuk didalamnya adalah kekuasaan secara sadar dan sistematis harus betul-betul dipersiapkan.
Langkah ini bukan sandi kadar konkret tapi sangat penting dan mendesak mengingat begitu banyak zaman bergulir di dalamnya hadir pemimpin yang gagal di dalam menjalankan tugas dan fungsi utamanya sebagai pelayan rakyat.
Jika anda bidang kajian di dalam agama ini yang belum maksimal dibahas dan diimplementasikan secara utuh dan menyeluruh maka itu adalah tentang kepemimpinan.
Tidak perlu jauh ber teori setiap pemilu tiba kita hampir tidak menemukan tokoh-tokoh dari pergerakan islam yang hadir sebagai calon presiden atau wakil presiden.
Beberapa pernah muncul seperti KH Hasyim Muzadi dan terbaru adalah KH Ma’ruf Amin.
Tetapi kalau kita lihat lebih jeli apakah tampilnya dua tokoh pergerakan Islam itu adalah karena sebuah rekayasa dari umat Islam sendiri atau justru karena kedudukan mereka yang secara politik dinilai seksi oleh partai politik yang bertarung di dalam pemilu sebagai sosok yang dapat mendulang suara signifikan.
Jadi langkah konkret yang harus diupayakan oleh umat Islam untuk bisa memastikan pemimpin masa depan adalah orang yang bersih dan sadar akan tanggung jawabnya sebagai pelayan rakyat di antaranya adalah melalui persiapan melahirkan pemimpin masa depan.
Disaat yang sama penting bagi komponen umat Islam terus mendorong seluruh partai Islam dapat betul-betul komitmen pada nilai-nilai moral dan integritas di dalam manuver politik, sehingga tidak hanyut dengan cara pandang sekuler, termasuk di dalamnya adalah praktik-praktik politik yang dinilai rasional untuk saat ini namun sesungguhnya telah menodai keimanannya sendiri kini dan nanti.
Keteladanan
Kepemimpinan yang hari ini identik dengan politik dan kekuasaan sebenarnya adalah posisi yang amat strategis untuk mengubah kondisi satu masyarakat.
Dan, hal itu akan terwujud ketika pemimpin yang menjabat siap hadir dengan keteladanan itu sendiri. Di sini nilai-nilai keteladanan itu amat penting untuk dipersiapkan dari hari ini.
Oleh karena itu penting bagi generasi muda untuk berlatih disiplin, komitmen kemudian bersungguh-sungguh dengan segenap amal-amal kebaikan sehingga kelak ketika dirinya duduk di tampuk kepemimpinan, apa yang dilakukan betul-betul dapat mengubah keadaan menjadi lebih baik.
Kita harus belajar pada Rasulullah SAW mempersiapkan Abu Bakar, Umar dan seluruh sahabat lainnya.
Kita juga penting melihat mujahadah para orang tua dari Salahudin al ayubi kemudian Muhammad Al-Fatih, yang akhirnya di usia yang muda mampu menghadirkan satu gebrakan sejarah yang tidak pernah padam dalam kajian intelektual dan kekaguman perasaan umat manusia.
Sebab seperti sebuah perlombaan, meraih kekuasaan itu sama dengan telah menikmati kemenangan.
Dan, seperti tim sepak bola, pemenang liga dalam sebuah musim belum tentu dapat bertahan dengan kemenangan gemilangnya pada musim berikutnya. Terlebih jika dirinya tidak betul-betul konsisten, komitmen dan mempersiapkan tim yang terus berkompetisi dengan mentalitas juara.
Baca Juga: Jadilah Top Skor Kebaikan
Sayangnya kebanyakan manusia terlena kala mendapat kekuasaan, sehingga yang dipikir bukan masa depan diri apalagi rakyat, tetapi hanya soal hari ini dan bagaimana terus menjadi penguasa. Di sinilah kekuasaan butuh modal kekuatan iman yang benar-benar kokoh dan dapat diandalkan.*