Mas Imam Nawawi

- Kajian Utama

Menalar Pernyataan dalam Politik

Seorang tokoh politik biasanya “mudah” membuat pernyataan. Tetapi yang penting jadi renungan adalah konsisten tidak. Kita perlu mengacu berdasarkan fakta yang tersaji, sebenarnya apa pernyataan dalam politik. Sebab pernyataan dalam politik idealnya kita cerna dengan menalarnya terlebih dahulu. Terkadang orang mudah terseret oleh debat karena pertanyaan host media. Terlebih kala dua narasumber yang hadir kurang […]

pernyataan politisi apakah bisa dijadikan jaminan?

Seorang tokoh politik biasanya “mudah” membuat pernyataan. Tetapi yang penting jadi renungan adalah konsisten tidak. Kita perlu mengacu berdasarkan fakta yang tersaji, sebenarnya apa pernyataan dalam politik. Sebab pernyataan dalam politik idealnya kita cerna dengan menalarnya terlebih dahulu.

Terkadang orang mudah terseret oleh debat karena pertanyaan host media. Terlebih kala dua narasumber yang hadir kurang cakap dalam kontrol diri, sudah pastilah suara keras dan otot leher segera naik ke panggung.

Sebagai rakyat kita boleh tak tahu apa sebenarnya target dari yang mereka tampakkan. Namun, kita bisa meneliti hal-hal yang sejatinya terang dan gamblang untuk jadi penanda dalam memahami keadaan.

Seperti soal isu presiden tiga periode, beritanya luas sekali. Tapi presidennya tidak mengaku bahwa dirinya mau seperti itu. Mana yang benar?

Baca Juga: Gapai Hidup yang Indah

Menarik penyampaian dari Peneliti Politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Siti Zuhro perihal itu.

“Dalam politik tidak bisa menjamin. Politik itu orientasinya kepentingan dan kekuasaan. Ya pernyataan pak Jokowi hanya biar tidak ada polemik saja.

Jadi, masyarakat dibikin cooling down (adem) dahulu,” katanya saat dihubungi Republika, Jumat (19/3).

Menarik kita garisbawahi, “Dalam politik tidak bisa menjamin.”

Timbangan

Mengapa pernyataan politisi dalam aspek politis tidak bisa kita jadikan pegangan? Tidak lain karena setiap pernyataan politik selalu berlandaskan pada kepentingan dan tujuan politis itu sendiri. Entah itu individu maupun kelompok.

Ini berarti, setiap pernyataan politisi memiliki tujuan politik yang sudah barang tentu telah mereka pikirkan secara baik. Kemudian mereka kemas secara menarik, sehingga dapat merebut emosi dan simpatisi publik untuk setuju, mendukung bahkan membela.

Jika publik tidak sadar atau kurang peduli pada hal ini, sangat mungkin emosinya akan terombang-ambing oleh keadaan, sehingga semakin banyak politisi membuat pernyataan, semakin banyak waktu dan energinya terbuang untuk mengurus pernyataan yang sudah jelas tidak bisa dijadikan pegangan.

Media, saya lihat menjadi pihak yang cenderung terbawa oleh apa pernyataan yang menarik bahasan publik, sehingga substansi pernyataan dalam politik menjadi tidak dapat ditangkap dengan baik oleh masyarakat. Pada akhirnya, timbangan logis kurang maksimal bekerja.

Pernyataan politisi akan menentukan pilihan banyak orang dalam pemilu
Pernyataan politisi akan menentukan pilihan banyak orang dalam pemilu

Saat itu terjadi, maka sebenarnya pernyataan politik telah bekerja dengan baik, karena pernyataan politik tak selalu membutuhkan alur penalaran yang serba logis.

Sejauh dapat membakar emosi pendengar, maka saat itulah pernyataan politik orang anggap efektif dan mencapai sasaran. Saat itu terjadi, “nalar” publik pun telah tiada entah karena apa dan kemana. Padahal mestinya inilah saat timbangan logika perlu hadir dalam kesadaran publik.

Pernyataan Menurut Nabi

Timbangan logis terhadap sebuah pernyataan sebenarnya sudah cukup untuk menarik kesimpulan. Utamanya apakah sebuah pernyataan dalam politik relatif layak kita percaya atau harus kita tolak.

Terlebih bagi orang yang sudah biasa melakukan penalaran, sehingga dengan mudah dapat mengenali tepat tidaknya suatu penalaran. Pernyataan dalam politik akan sangat terlihat “maksudnya” jika kita benturkan dengan fakta dan perilaku dari politisi itu sendiri.

Namun, dalam Islam, sebuah pernyataan tidaklah berarti biasa-biasa saja, bahkan dalam konteks tertentu, Islam mendorong agar manusia berjuang mengendalikan lisannya.

“Barang siapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir maka hendaklah ia berkata baik atau hendaklah ia diam.” (HR. Al-Bukhari).

Konsekuensi Pernyataan

Lebih jauh sebuah pernyataan akan berpengaruh terhadap peningkatan derajat seorang hamba atau sebaliknya.

“Sungguh ada seorang hamba berbicara dengan satu kata yang mengundang keridhaan Allah, meskipun dia tidak terlalu memperhatikannya; namun dengan sebab satu kalimat itu Allah menaikkan beberapa derajatnya. Dan sungguh ada seorang hamba berbicara dengan satu kalimat yang mengundang kemurkaan Allah, sementara dia tidak memperhatikannya; dengan sebab satu kalimat itu dia terjungkal di dalam neraka Jahannam.” (HR Bukhari).

Dengan demikian, penting bagi kita sebagai rakyat biasa benar-benar mengerti hal ini, agar energi dan waktu tidak terbuang bicara yang tidak perlu apalagi salah.

Baca Juga: Jadilah Pemenang Sejati

Dalam sisi lain, semakin cermat menimbang pernyataan yang sekarang mudah sekali “diviralkan” kita akan selamat. Sehingga kita tak perlu berkomentar. Karena besar sekali kemungkinan salah dan sesat.

Jika pun harus memilih dalam pemilu ke depan. Maka lihat saja perbuatan lalu bandingkan dengan pernyataan-pernyataan yang telah terekam dalam politik selama ini. Konsisten atau sebaliknya.

Mas Imam Nawawi_Perenung Kejadian

Leave a comment

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *