Siapapun yang berdakwah ke pedalaman pasti akan berhadapan dengan banyak rintangan. Namun demikian, tetap ada manusia-manusia yang dalam kesunyian pedalaman terus aktif bergerak. Mereka tak lelah berusaha menghadirkan kebermanfaatan bagi masyarakat yang jauh dari akses ilmu.
Seperti yang channel Youtube BMH TV tayangkan dalam even Publik Ekspos virtual dari pukul 13.00 – 15.00 WIB, beberapa dai menyampaikan apa yang mereka jalani dalam dakwah pedalaman.
Tantangannya berbeda-beda. Untuk dakwah ke Nias tantangannya adalah umat Islam minoritas, terutama area luar Kota Gunung Sitoli, sehingga kala berangkat berdakwah, orang yang mau belajar juga tidak banyak. “Bisa dihitung jari,” kata Ustadz Ushuluddin yang sejak 2013 bertugas dakwah ke Pulau Nias.
Begitu pula dengan Ustadz Nur Hadi yang tugas ke pedalaman Halmahera Utara.
Pergi dakwah berarti juga harus siap semuanya, mulai dari stamina sampai nyali. Bagaimana tidak, rute yang harus dilalui terbilang ekstrem.
“Kalau ke pedalaman, menemui suku terasing, Suku Togutil, harus melewati sungai yang kadang banyak buaya. Naik turun gunung yang jalannya licin. Beberapa sisi kadang ketemu jalanan longsor.
Pernah suatu waktu berangkat dan kala harus menyeberangi sungai kondisi sedang banjir. Karena tak ada pilihan, menyeberanglah dengan tekad selamat. Tetapi rakit tak mampu mengimbangi arus, sehingga Ustadz Nur Hadi dan teman-temannya sempat terbawa arus,” tuturnya.
Baca Ini Juga: Tak Ada Obat Semujarab Doa
Cerita serupa juga jadi penuturan dari dai perbatasan BMH bersama warga Pulau Sebatik.
“Kalau mau tahu tempat yang halamannya Indonesia dan belakang rumahnya Malaysia, maka itu di Pulau Sebatik ini,” kata pria kelahiran Flores 1975 silam itu.
Pergi membina masyarakat juga sama, menempuh jarak yang tidak dekat sembari kondisi jalan yang tak ideal yang naik turun, sebagian besar harus ditempuh dengan jalan kaki.
Kebahagiaan Mereka
Jika rute dakwah pedalaman seperti itu, maka dalam momentum apapun yang mereka harus jalani untuk menguatkan dakwah, seperti Idul Qurban misalnya, harus melalui rute tersebut.
“Tak ada pilihan lain. Berat, tapi ada nikmatnya. Nikmatnya itu kalau ada yang bertambah mendapatkan hidayah lalu bersyahadat,” kata Ustadz Nur Hadi.
Jadi, kebahagiaan mereka sudah berdimensi mendalam, bukan lagi kebahagiaan umum yang mana orang hanya senang kala menerima sesuatu. Tetapi jiwa merasa berharga kala ada orang yang terselamatkan secara aqidah.
Lebih jauh, kebahagiaan mereka adalah datangnya hamba-hamba Allah yang seakan menjadi jalan keluar dari harapan mereka dan umat dalam kehidupan.
“Di Pulau Nias ini harga satu ekor sapi bisa Rp. 19 Juta. Tapi Alhamdulillah kemarin ada datang orang berkata, insha Allah Pulau Nias akan qurban tahun ini. Mohon doanya, Ustadz,” tutur Ustadz Ushuluddin.
Menurutnya satu ekor sapi itu sudah sangat membahagiakan warga mualaf di sana. “Karena memang sekali dalam setahun kita makan daging pas idul qurban,” jelasnya.
Yuk Kuatkan
Kita mungkin belum bisa seperti para dai yang menekuni dakwah di pedalaman dengan terus hadirkan kebermanfaatan.
Tetapi kita bisa ikut dapat berkah dan pahala dengan menguatkan kiprah mereka. Entah melalui doa, donasi melalui BMH atau cara apapun yang bisa kita lakukan. Prinsipnya mereka tak boleh sendirian.
Yuk Baca Lagi: Jadilah Top Skor Kebaikan
Sebagai insan beriman sangat baik kalau kita kuatkan gerakan kebermanfaatan mereka di kesunyian pedalaman terus mengalir dan menyebar luas.*


