Paradoks memang kala ada orang kaya namun tidak bahagia. Tapi itu fakta. Bagaimana mau bahagia jika harta yang dihimpun berasal dari ketidakjujuran. Jadi, sukses menjadi pribadi bahagia bukan semata kuantitatif, tetapi juga kualitatif.
Chef Haryo pernah bertutur kepadaku bahwa sang ayah dahulu duduk di posisi tinggi kala bekerja di Pertamina. Tetapi pulang ke rumah tidak bahagia. Buktinya sederhana, mudah sekali marah-marah.
Terus Baca: Energi Sholat untuk Hidup Lebih Sehat
Problemnya bukan jumlah uang yang diterima dalam bentuk gaji. Tetapi perilaku teman-temannya yang tak bisa ia terima, mengutamakan jumlah uang daripada keberkahan (kualitas).
Hidup dengan dikelilingi orang-orang yang salah juga menjadikan jiwa tidak bahagia. Oleh karena itu obatnya adalah bertemu, berkumpul bersama orang-orang sholeh.
Tiga Kunci
Untuk bahagia seseorang tidak cukup hanya dengan harta dan kedudukan, tetapi juga kondisi hati yang bersih.
Hati akan sehat dan bersih ketika makanan yang dibutuhkan oleh hati itu sendiri dipenuhi.
Dalam Islam, setidaknya tiga makanan yang harus diberikan. Pertama ikhlas. Kedua, konsisten (istiqomah). Ketiga, syukur.
Untuk bisa ikhlas seseorang harus terus mengasah ketajaman iman dan taqwanya. Manivestasi ikhlas seperti Rasulullah SAW dalam dakwah yang tidak bisa dibelokkan oleh apapun. Mulai dari tawaran harta, tahta hingga wanita.
Menjadi orang yang ikhlas berarti menjadi orang yang teguh pendirian mengharap ridha Alalh Ta’ala.
Kemudian konsisten. Ini bisa kita lihat dari kisah Nabi Yusuf Alayhissalam yang walaupun mengalami beragam ujian dan cobaan, ia tetap konsisten pada kebenaran.
Pada akhirnya, ia menjadi bendahara Mesir dan mampu menyelamatkan negeri itu selamat dari ancaman paceklik yang mencekik.
Berikutnya syukur. Amalan ini sangat mudah sejauh jiwa menyadari betapa nikmat Allah terus mengalir dalam diri, walaupun kadang lisan manusia mengeluh.
Ketika diri diberi kekuatan beribadah maka sungguh itu nikmat luar biasa. Satu nikmat yang orang kafir dengan kekayaan seperti apapun tidak dapat merasakan nikmatnya ibadah. Jadi, bisa sholat, bisa dizikir dan bisa ngaji, harusnya membuat kita sangat-sangat bersyukur.
Raih Sekarang Juga
Bahagia sama dengan buah dari pepohonan yang kita tanam. Artinya jika sejauh ini memang ada upaya menanam kebaikan demi kebaikan maka bahagia itu pasti datang. Bahkan sudah dirasakan saat ini juga.
Sebagai contoh, kala seorang petani datang ke kebun kemudian dia merawat semua tanamannya dengan baik. Belum panen saja, saat ia melihat tanamannya subur, daunnya rindang dan bakal buahnya banyak bahagia sudah muncul.
Baca Lagi: Gapai Hidup yang Indah
Lebih-lebih kala tiba masa panen. Tentu dia akan sangat bahagia. Permasalahan terjadi, banyak sekarang orang merindukan buah (Kebahagiaan) tapi tidak pernah mau menanam. Jelas ini sebuah kegilaan. Mustahil seseorang akan sukses menjadi pribadi bahagia. Allahu a’lam.*