Mas Imam Nawawi

- Hikmah

Jangan Pernah Membenci Nasihat

Kala jiwa manusia enggan bahkan benci terhadap nasihat, maka ia berada dalam kondisi sakit yang amat berbahaya. Karena boleh jadi, seseorang yang benci nasihat jiwanya dalam keadaan sakit yang akut, sehingga matanya buta, telinganya tuli dan hatinya terkunci mati dari memahami kebenaran. Perkataan yang ia suka hanyalah yang berupa sanjungan, pujian, dan segala macam yang […]

Kala Hati Benci Terhadap Nasihat

Kala jiwa manusia enggan bahkan benci terhadap nasihat, maka ia berada dalam kondisi sakit yang amat berbahaya.

Karena boleh jadi, seseorang yang benci nasihat jiwanya dalam keadaan sakit yang akut, sehingga matanya buta, telinganya tuli dan hatinya terkunci mati dari memahami kebenaran.

Perkataan yang ia suka hanyalah yang berupa sanjungan, pujian, dan segala macam yang melenakan.

Walaupun sebenarnya ia tahu bahwa itu hanyalah kepalsuan. Namun, kala jiwa sakit, maka yang berkuasa di dalam diri adalah hawa nafsu.

Baca Lagi: Pemuda Islam Menguasai Data

Hawa nafsu inilah yang menjadikan jiwa manusia tidak butuh terhadap nasihat, sampai-sampai ia memusuhi sang pembawa nasihat, hingga akhirnya ia terus terjerumus pada kezaliman.

Nasihat dari Imam Al-Ghazali

Menjelaskan perihal nasihat, Imam Ghazali menulis satu kitab yang berjudul “Ayyuhal Walad.”

Imam Al-Ghazali menuliskan, “Wahai anakku, menasihati itu mudah, yang sulit adalah menerimanya, karena bagi penurut hawa nafsu nasihat itu terasa pahit.”

Terasa pahit itu hadir dalam lidah orang yang tubuhnya sedang sakit. Seperti itulah kala jiwa tidak sehat, nasihat terasa pahit, tidak enak. Namun bagaimanapun itu amatlah engkau perlukan.

Imam Al-Ghazali kemudian meneruskan penjelasannya.

“Sebab hal-hal yang terlarang lebih hati mereka sukai. Terlebih lagi bagi penuntut ilmu rasmi (yang memperoleh karena kebiasaan, bukan dengan maksud mau mengamalkan) yang sibuk mencari kedudukan dan kepentingan dunia.

Dia mengira bahwa ilmu yang ia miliki itu sendiri yang akan menjadi penyelamat baginya, dan tidak perlu mengamalkannya. Inilah keyakinan para filsuf.”

Kemudian Al-Ghazali menyampaikan hadits Nabi, “Manusia yang paling keras siksaannya pada Hari Kiamat kelak adalah orang yang berilmu tetapi Allah tidak memberi manfaat dengan ilmunya.” (HR. Thabrani).

Nasihat Luqman Kepada Anaknya

Berbicara nasihat kita tidak bisa lepas dari sosok Luqman. Dalam Tafsir Al-Azhar, Buya Hamka menulis bahwa pernah Luqman memberi nasihat kepada anaknya.

“Wahai anakku! Butir kata yang berisi hikmah dapat menjadikan orang miskin dimuliakan seperti raja.”

Sebuah penjelasan bahwa manusia tidak diukur dari jumlah saldo di dalam rekeningnya. Melainkan seberapa jauh hikmah yang dapat ia sampaikan.

Tidaklah seseorang sampai kepada hikmah, melainkan ia komitmen dalam hidupnya untuk mengamalkan ilmu yang telah ia pelajari.

Nasihat dalam Pergaulan

Luqman juga memberi nasihat kepada anaknya perihal pergaulan.

“Hai anakku! Jika masuk ke suatu majelis, panahkanlah panah Islam, yaitu salam, kemudian duduklah agak ke tepi dan jangan bercakap sebelum orang bercakap.

Kalau yang mereka percakapan itu adalah soal ingat akan Allah, duduklah dalam majelis itu agak lama. Tetapi kalau pembicaraan hanya urusan-urusan dunia saja, tak perlu engkau campur bicara dan dengan cara teratur. Tinggalkanlah majelis itu dan pergilah ke tempat lain.”

Baca Lagi: Pesan Gus Hamid Hadapi Pandemi dengan Wahyu dan Akal

Semoga dengan hadirnya uraian ini ada kebaikan yang datang ke dalam hati kita sekalipun sebesar atom, maka Insha Allah kesehatan hati akan datang.

Sebab ketika kita sadar bahwa hati harus terus kita jaga dari penyakit yang akarnya hawa nafsu, maka secara berangsur jiwa kita akan cinta kepada ilmu dan kebenaran.*

Mas Imam Nawawi

Leave a comment

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *