Home Berita Pesan Gus Hamid Hadapi Pandemi dengan Wahyu dan Akal
Pesan Gus Hamd Hadapi Pandemi dengan Wahyu dan Akal

Pesan Gus Hamid Hadapi Pandemi dengan Wahyu dan Akal

by Mas Imam

Malam (22/7), menjelang saya melakukan meeting online dengan kolega, ada info program yang menarik dimana salah satu narasumbernya adalah Gus Hamid alias Prof. DR. Hamid Fahmi Zarkasyi. Walau tak sempat menyimak live, pagi hari (23/7) saya ditakdirkan Allah menyimak ulasan beliau dalam bagaimana harusnya umat hadapi pandemi. Ternyata tegas, harus dengan wahyu dan akal.

“Dalam menyikapi pandemi ini kita harus menggunakan dua sumber. Pertama adalah sumber nalar kita. Yang kedua adalah sumber agama kita, yaitu Wahyu,” jelasnya.

Baca Juga: PPKM Darurat Sia-Sia?

Ini berarti kaum Muslimin harus melakukan verifikasi serius terhadap semua berita yang beredar. Disaat yang sama tetap menjalankan apa perintah Allah di dalam Alquran, terutama untuk hidup sehat dan maslahat.

Karena memang demikianlah teladan dari para ulama terdahulu. Gus Hamid menjelaskan lebih lanjut dalam acara “Bentengi Diri di Masa Pandemi dengan Protool Langit dan Bumi” yang digelar oleh MIUMI dan disiarkan melalui kanal Youtube AQL Islamic Center (22/7).

Tangan Manusia dan “Tangan” Langit

“Jadi, para ulama kita dahulu sudah menggunakan dua hal ini. Jadi kita tetap percaya kepada Wahyu dan kita tetap berpegang kepada hukum alam yang disebut dengan Sunnatullah.

Peristiwa seperti begini (pandemi) bukan (sekali) ini saja terjadi. Sejarahnya memang pernah terjadi, kalau tidak salah pada setiap tahun 20, (seperti) 1820, 1720, 1920, sekarang 2020. Jadi ini adalah Sunnatullah.

Tetapi itu semua juga tidak lepas dari tangan-tangan manusia. Jadi ada teori konspirasi, betul, itu tidak mustahil terjadi.

Tetapi ada (juga) tangan-tangan langit yang ikut serta di dalam wabah ini,” ulasnya.

Penjelasan Gus Hamid ini seimbang dan itu artinya adil. Jadi tidak mengedepankan satu sisi pendekatan teori, tetapi dua teori sekaligus. Bahwa wabah ini konspirasi itu tidak mustahil. Namun demikian kala itu terjadi berarti ada “persetujuan” langit untuk semua ini terjadi. Insan beriman memang idealnya demikian di dalam memandang wabah ini.

Kemudian ditegaskan oleh Gus Hamid bahwa dalam hukum kausalitas, takdir Tuhan (terjadi) juga melalui Sunnatullah atau tangan-tangan manusia. Sebagaimana telah tersaji dalam sejarah manusia, kala manusia berbuat maksiat, maka Sunnatullah (berupa siksa) akan turun.

Sunnatullah

“Kalau dirincikan, ada Sunnatullah Kauniyah ada Sunnatullah An-Nafsiyah, ada Sunnatullah Al-Ijtima’iyah” tegasnya.

“Kalau sebuah alam ini dirusak, maka akan terjadi sebuah hukum alam yang itu merupakan Sunnatullah, seperti halnya manusia merusak lingkungan, maka lingkungan itu akan rusak.

Jadi, rusaknya lingkungan itu karena tangan manusia, tetapi kemudian Allah mentakdirkan untuk terjadi kerusakan itu,” ulasnya lebih lanjut.

Demikian pula halnya dengan masyarakat. Kalau masyarakat itu rusak (iman, akal dan perbuatannya) maka Sunnatullah-nya masyarakat itu akan rusak.

“Masyarakat yang rusak akan memperoleh keburukan dari perbuatan mereka. Tetapi Allah mempunyai kehendak untuk merusak masyarakat itu sekaligus atau untuk menyelamatkan,” paparnya.

Berikutnya adalah Sunnatullah An-Nafsiyah. Hukum kausalitas (Sunnatullah) itu juga berlaku.

Di dalam Alquran disebutkan bahwa siapapun yang bersedekah, yang memberi, kemudian membenarkan kebaikan, maka akan dipermudahlah hidupnya.

“(Ini berlaku bagi) Semua orang. Itu (ayatnya) tidak (mengatakan) wa-man a’tho minal Muslimin. Ini logika,” jelasnya.

Sebaliknya, orang yang bakhil akan mendapat kesulitan. Ini Sunnatullah. Kemudian orang yang berbuat baik kepada orang lain, itu sesungguhnya ia menanamkan energi positif dk dalam dirinya.

“Itulah yang sebut dengan Sunnatullah An-Nafsiyah. Fi anfusikum ayat (di dalam dirimu ada tanda-tanda). Di dalam ayat itu adalah Sunnatullah,” jelasnya.

Baca Lagi: Pemuda Islam Menguasai Data

Jadi dapat diambil kesimpulan bahwa wabah ini harus dipandang sebagai takdir satu sisi, namun juga akibat dari perbuatan tangan-tangan manusia.

Sekarang tinggal kita berupaya memahami kemudian memperbaiki. Tentu tidak cukup hanya dengan cara-cara penalaran belaka, mesti dikuatkan pula dengan ikhtiar-ikhtiar yang dituntunkan oleh Wahyu. Manusia tak boleh abai apalagi sombong, karena kehidupan ini seutuhnya ada dalam genggaman Allah Ta’ala.*

Mas Imam Nawawi

Related Posts

Leave a Comment