Mas Imam Nawawi

- Kisah

Khutbah Jumat yang Menyengat

“Selama tidak ada akhlak dalam diri seseorang, maka bisa dikatakan belumlah datang agama, iman, dan Islam di dalam diri seseorang.” Begitulah petikan akhir Khutbah Jumat yang disampaikan oleh Ustadz Ahmad Suhail di Masjid Ummul Quro Depok (1/1/21). Sebuah keberuntungan besar bagi saya Allah takdirkan duduk dan menyimak itu dalam masjid. Masjid yang Khutbah Jumatnya benar-benar […]

Khutbah Jumat

“Selama tidak ada akhlak dalam diri seseorang, maka bisa dikatakan belumlah datang agama, iman, dan Islam di dalam diri seseorang.” Begitulah petikan akhir Khutbah Jumat yang disampaikan oleh Ustadz Ahmad Suhail di Masjid Ummul Quro Depok (1/1/21).

Sebuah keberuntungan besar bagi saya Allah takdirkan duduk dan menyimak itu dalam masjid. Masjid yang Khutbah Jumatnya benar-benar menyengat. Ya, menyengat kesadaran, menggugah keimanan dan keinginan untuk menjadi pribadi yang berakhlak.

Jadi, waktu itu, Ustadz Ahmad Suhail mendapat amanah menjadi khotib. Mantan Ketua Pos Dai Pusat itu pun membawakan tema tentang apa yang sebetulnya dapat kita jadikan bukti bahwa masihkah ada iman dalam jiwa kita.

“Apakah seseorang beragama, ber-Islam dengan baik, kita bisa lihat dari apakah dia mengenal Allah, sehingga lahir adab dan kemudian hadir akhlak dalam kehidupan sehari-hari,” ungkapnya.

Hal itu mengingatkanku akan sebuah hadits bahwa yang bisa mengangkat derajat seseorang dalam pandangan Allah adanya akhlak yang baik. Ia tidak saja fokus dalam ibadah tapi juga baik dalam muamalah. Bahasa umumnya ibadah vertikal bagus, ibadah horizontal juga mantap.

Ma’rifatullah

Orang yang mengenal Allah (ma’rifatullah) akan teguh dalam sikap dan pendirian bahwa yang sangat penting ia utamakan dalam hidup ini adalah ridha Allah, maka itu ia lakukan dengan beragam kehendak dan perintah-Nya kepada manusia.

Baca Juga: Tegas Membagi Waktu

“Tanpa mengenal Allah, seseorang tidak akan bisa kontak dengan Allah. Tidak akan sampai keinginannya dekat dengan Allah. Karena tidak mungkin orang yang tidak kenal Allah akan taat, tunduk, apalagi cinta kepada Allah,” jelasnya.

Buah dari ma’rifatullah ini, kata Ustadz Ahmad Suhail adalah adab, yang mana sikap dan perilaku bahkan cara berpikir seseorang benar-benar mencerminkan karakter-karakter ke-Islam-an yang kuat. Kalau mau melihat contoh, kita bisa melihat Nabi Muhammad SAW yang sejak belia memang komitmen dengan nilai-nilai kejujuran.

“Ia sadar, paham, bagaimana berinteraksi dengan Allah, dengan Rasulullah bahkan dengan sesama manusia dan alam ini. Ada nilai-nilai adab, sehingga lahir karakter-karakter yang Allah kehendaki hadir dalam diri setiap insan beriman,” ulasnya.

Jadi, bukti orang beriman itu ada pada adab, yang nantinya akan melahirkan akhlak.

“Dalam Alquran itu, orang berakhlak adalah orang yang terdapat dalam jiwanya ciri-ciri orang yang bertaqwa. Mulai dari gemar sedekah, baik lapang maupun sempit. Mau memaafkan, lapang dadanya memberi maaf. Bahkan, sabar dan teguh untuk dalam kebenaran dan tidak bermaksiat kepada Allah.

Bukti Taqwa

orang beriman itu sholat
Khutbah Jumat yang menyengat amat diperlukan

Karakter-karakter itu harus hadir dalam diri kita, sehingga hidup benar-benar tegak dan lurus pada jalan-Nya. Dan, inilah bukti iman paling nyata. Mengapa, karena hakikat iman itu idealnya menjelma dalam ucapan dan tindakan. Kalau tindakannya baik dan benar, tegak lurus dengan ajaran Islam, maka jelas, imannya tidak sekadar ada, tapi juga sangat fungsional.

Allah tidak menuntut pada kehidupan manusia kecuali beribadah kepada-Nya. Dan, satu di antara manivestasinya adalah merepresentasikan sifat-sifat-Nya yang mendorong diri kita gemar memberi, cinta dan peduli kepada sesama. Oleh karena itu, Allah mengkritik orang yang ahli ibadah namun abai terhadap masalah sosial,” urainya.

Baca Juga:
Refleksi Akhir Tahun 2020 Mas Imam Nawawi Ingatkan Tujuan Besar dalam Hidup

Pada akhirnya, dari khutbah ini kita ditekankan bahwa untuk mengetahui diri beriman dengan benar atau belum, dapat dilihat sejauh mana kepekaan diri hadir, sehingga yang dipikirkan dan dilakukan memang benar-benar dalam rangka menjalankan perintah Allah, bukan egoisme, apalagi pragmatisme.

“Tidak bisa dikatakan beragama orang yang dalam hidupnya bukan Allah yang dicari keridhoan-Nya. Orang yang suka menyenangkan orang (dalam rangka Asal Bapak Senang), penjilat, dan lain sebagainya itu berlawanan dengan karakter-karakter keimanan seorang Muslim,” tegasnya.

Jumatan Selanjutnya

Selepas sholat Jumat, seseorang mendatangiku dan berkata. “Luar biasa tadi khutbahnya, mendalam dan sangat menyengat.”

Saya menjawab dengan senyuman lalu berkata, “Alhamdulillah inilah nasihat yang mendalam untuk kita semua.

Semoga Allah berikan kemampuan kepada para khotib Jumat untuk terus memberikan insprasi dan nasihat yang sangat umat buuthkan. Dan, kita sebagai jama’ah yang mendengarkan mendapat anugerah kekuatan untuk benar-benar total dalam menyimak khutbah.

Sebab, sangat sayang kalau Khutbah Jumatnya menyengat, sedangkan jiwa terseret oleh kantuk yang menjadikan ibadah Jumat kita tidak mendapatkan tambahan ilmu dan semangat dalam kehidupan ini. Allahu a’lam.

Mas Imam Nawawi Penulis di www.hidayatullah.com
Bogor, 18 Jumadil Awwal 1442 H

Leave a comment

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *