Siang itu (6/10/25), rasanya hangat sekali bisa bertemu lagi dengan kolega lama, H. Irwan Kelana. Sosok mantan jurnalis Harian Umum Republika ini selalu murah senyum. Sifat beliau membuat saya selalu merasa nyaman dan dekat. Pertemuan ini terasa lebih dari sekadar obrolan biasa. Ini adalah resep tentang bagaimana hidup tanpa gelisah.
Dalam sela-sela canda, Ustaz Irwan—panggilan akrab kami kepada beliau—bercerita tentang perjalanan hidupnya.
Ada satu kisah yang langsung menancap di hati. Suatu hari, seorang teman berkunjung ke rumahnya. Teman itu lantas melontarkan pertanyaan yang menggelitik.
“Kamu hebat sekali ya. Punya lima anak, empat sudah menikah, tinggal satu yang kuliah,” kata temannya.
Ia menambahkan, “Bahkan satu anakmu sudah jadi dokter. Bagaimana caramu bisa mencapai semua itu?”
Mendengar pertanyaan bernada kagum tersebut, Ustaz Irwan menjawab dengan jawaban yang sangat singkat. “Yakin saja kepada Allah, itu modal utama saya,” ujarnya sembari tersenyum ringan.
Tentu saja, jawaban itu bukan berarti hidupnya selalu mulus. Beliau menceritakan, tantangan finansial kerap datang. Namun, keyakinan itu selalu menjadi jangkar. Semua kesulitan dapat teratasi karena ia tak pernah ragu pada jaminan-Nya.
Spesial
Cerita ini mungkin terdengar sederhana bagi sebagian orang. Namun, bagi saya, kisah ini terasa spesial. Rasanya seperti sebuah skenario yang sengaja Allah sediakan.
Pesan utamanya jelas: sikap yakin kepada Allah adalah fondasi yang harus saya pegang teguh. Ustaz Irwan lantas menguatkan pesannya. “Allah yang menjamin rezeki setiap manusia,” tegas beliau.
Oleh karena itu, pelajaran terpenting adalah membuang segala bentuk kegelisahan. Jangan biarkan kebingungan menguasai pikiran. Sebaliknya, koneksikan hati sepenuhnya kepada Allah. Lakukan semua kebaikan yang bisa kita perbuat. Setelahnya, gantungkan dan berharaplah semata-mata hanya kepada-Nya.
Interpretasi Psikologis: Kekuatan Iman sebagai Regulator Emosi
Kisah Ustaz Irwan ini memberikan interpretasi yang menarik jika dilihat dari kacamata psikologi.
Sikap “yakin saja kepada Allah” bukanlah sikap pasif, melainkan sebuah bentuk inner conviction yang sangat kuat. Dalam psikologi, hal ini beresonansi dengan konsep penerimaan (acceptance) dan kontrol internal.
Psikolog besar dunia, seperti Viktor Frankl, pencetus Logoterapi, menekankan pentingnya makna hidup sebagai sumber daya utama manusia. Teman-teman juga bisa merujuk ke ilmuwan lainnya yang kini tersebar dan mudah kita akses melalui internet.
Ketika seseorang menempatkan keyakinan spiritualnya sebagai makna tertinggi (yakni janji dan jaminan dari Tuhan), ia akan memiliki “sesuatu untuk dijalani.” Frankl mengatakan, “Barang siapa mempunyai ‘mengapa’ untuk hidup, ia dapat mengatasi hampir semua ‘bagaimana’.”
Keyakinan total kepada Allah SWT bekerja sebagai regulator emosi. Ia meminimalkan kecemasan atas hal yang berada di luar kendali kita.
Dengan demikian, ketika Ustaz Irwan berkata, “Buanglah gelisah,” secara psikologis, ia sedang menerapkan prinsip pelepasan kontrol atas hasil.
Fokusnya beralih dari kecemasan pada masa depan menjadi usaha terbaik di masa sekarang, dengan iman sebagai fondasi ketenangan. Ini adalah bukti, bukan lagi teori. Dan, milikilah sebagai bagian dari cara kita mengisi kehidupan ini.*