Presiden RI, Prabowo Subianto, menyampaikan pesan mendalam saat Penutupan Munas VI PKS (29/9/25) di Jakarta. Beliau mengajak semua pihak untuk menjadi bangsa yang dewasa. Salah satu poin utamanya adalah kesiapan menerima kekalahan dalam kontestasi politik.
“Kita harus dewasa, kita harus jadi bangsa yang dewasa. Kita ingin menang kita tapi juga harus siap kalah. Kalau mau belajar kalah belajar dari Prabowo Subianto,” ujar Prabowo.
Apa yang Prabowo maksud dewasa, ahli akan memandang dengan sudut pandangnya masing-masing.
Namun menarik kalau kita pinjam pandangan Zaim Uchrowi sebagaimana Berliana Kartakusumah kutip dalam buku “Pemimpin Adiluhung: Genealogi Kepemimpinan Kontemporer”, bahwa karakter pemimpin bangsa pada generasi pertama itu orientasinya membangun bangsa.
Kalau Prabowo ingin menyampaikan pesan dewasa adalah itu, maka jelas, pesannya adalah mengajak semua elemen untuk membangun bangsa. Terlebih lagi apa arti dari mengingat masa debat sebagai tonggak “permusuhan” sedangkan kita semua adalah sama-sama putra dan putri bangsa.
Tetapi pandangan ini mungkin akan “tertolak” kalau timbangannya adalah demokrasi yang memang menghendaki koalisi dan oposisi. Yang mana keduanya harus terus “bertengkar” untuk hadirnya keseimbangan.
Analisis “Belajar Kalah”
Ungkapan “kalau mau belajar kalah” menjadi inti dari pesan tersebut. Maksudnya adalah legitimasi proses dan hasil demokrasi. Prabowo menjadikan eksistensinya sebagai contoh nyata. Beliau berkali-kali kalah dalam Pilpres, namun tetap konsisten berpolitik dan akhirnya menang.
Kata “belajar kalah” sejatinya menuntut sikap kenegarawanan. Ini bukan hanya soal ikhlas, tetapi tentang bergerak maju.
Setelah kontestasi selesai, energi harus disatukan kembali. Menurut pandangan politisi senior, kekalahan harus menjadi modal persatuan, bukan perpecahan. Tujuannya adalah mendukung kepentingan bangsa dan negara.
Makna Kedewasaan Berbangsa
Selanjutnya, ungkapan “kita harus dewasa” adalah kunci bagi pembangunan bangsa. Dalam konteks ini, dewasa berarti memiliki kematangan politik dan berpikir rasional.
Akademisi dan ahli politik menegaskan, kedewasaan politik mencakup beberapa hal. Pertama, mampu menghargai perbedaan pendapat.
Kedua, mengutamakan kepentingan umum di atas kelompok.
Ketiga, tidak mudah terprovokasi oleh isu yang memecah belah. Hal ini sejalan dengan pandangan Presiden saat itu, bahwa energi bangsa tidak boleh habis hanya untuk saling mencela dan mencemooh.
Kedewasaan ini mewajibkan warga negara menggunakan hak pilih dengan bijak. Pilihan harus didasarkan pada visi dan program yang jelas.
Selain itu, menerima hasil keputusan politik juga menjadi ciri kedewasaan. Ini menunjukkan rasa hormat terhadap proses demokrasi yang disepakati.
Amanat Besar
Pada akhirnya, ajakan Presiden Prabowo adalah amanat besar. Demokrasi yang sehat menuntut sikap dewasa dari elit hingga akar rumput. Ini menjadi fondasi penting bagi negara yang stabil dan maju. Selesai Pilpres, semua pihak harus bersatu padu membangun negeri.
Meski demikian ada satu PR penting Prabowo yakni menyiapkan lahirnya pemimpin yang memiliki kualitas dan kompetensi yang meliputi visi, kecerdasan, karakter moral yang kuat, adaptable, antisipatif, punya keterampilan komunikasi yang efektif, terampil mengelola konflik. Terakhir adalah dewasa dan benar-benar cinta kepada rakyat Indonesia.*
Mas Imam Nawawi


