Mas Imam Nawawi

- Hikmah

Mengukur Kekuatan Diri: Benarkah Kita Orang Kuat yang Sejati?

Akhir pekan adalah waktu terbaik untuk sejenak berhenti dan merenung. Bukan hanya soal istirahat fisik, tapi juga tentang introspeksi diri. Pertanyaannya, apakah kita orang kuat atau orang lemah? Mari kita merefleksikan jiwa, bukan dari seberapa hebat kita berkelahi, tapi dari seberapa tangguh kita mengendalikan diri, berdasarkan ajaran Islam. Suatu waktu sebagaimana hadits riwayat Imam Bukhari. […]

Mengukur Kekuatan Diri: Benarkah Kita Orang Kuat yang Sejati?

Akhir pekan adalah waktu terbaik untuk sejenak berhenti dan merenung. Bukan hanya soal istirahat fisik, tapi juga tentang introspeksi diri. Pertanyaannya, apakah kita orang kuat atau orang lemah?

Mari kita merefleksikan jiwa, bukan dari seberapa hebat kita berkelahi, tapi dari seberapa tangguh kita mengendalikan diri, berdasarkan ajaran Islam.

Suatu waktu sebagaimana hadits riwayat Imam Bukhari. Datang seseorang kepada Nabi SAW. Ia berkata kepada Nabi Muhammad SAW.: berilah aku wasiat. Kemudian nabi bersabda: janganlah engkau marah. Beliau mengulanginya beberapa kali dan bersabda: janganlah engkau marah.

Kekuatan Sejati Menurut Rasulullah SAW

Dalam kesempatan yang lain, Rasulullah SAW menegaskan bahwa orang kuat itu bukan yang menang dalam perkelahian.

Orang kuat yang sejati adalah mereka yang mampu menahan amarah. Marah adalah emosi dasar manusia, sama seperti rasa senang, takut, atau sedih.

Namun, kemampuan untuk mengendalikan emosi itulah yang membedakan kita.

Rasulullah SAW telah memberi kita teladan sempurna. Ketika marah, beliau terkadang diam, mengubah posisi tubuh, membaca ta’awudz, bahkan berwudu.

Ini adalah cara-cara sederhana tapi sangat efektif untuk mengontrol diri. Jadi, jika kita ingin menjadi orang kuat, mulailah dengan mengendalikan amarah. Tantangan ini relevan dari zaman jahiliyah hingga era media sosial kini.

Mengapa Marah Mudah Muncul?

Secara internal, marah bisa muncul saat kita stres atau cemas. Kondisi fisik yang buruk, seperti kurang tidur, lapar, atau lelah, juga bisa memicu amarah. Ini adalah sinyal dari tubuh dan jiwa kita bahwa ada sesuatu yang tidak seimbang.

Lantas, apakah marah dilarang sama sekali? Tidak. Imam Ghazali menjelaskan bahwa amarah yang terlarang adalah yang melampaui batas. Ketika ucapan mulai ngawur dan tindakan menjadi sembrono, di situlah amarah perlu segera kita kendalikan.

Melatih Diri Menjadi Pribadi yang Stabil

Menahan amarah adalah penguatan jiwa dengan nilai spiritual.

Ini adalah langkah awal untuk membangun sistem kesadaran baru yang akan membuat kita stabil dalam menghadapi situasi tak terduga.

Proses ini memang tidak instan. Ia butuh kesabaran dan konsistensi, seperti air yang terus menetes hingga mampu melubangi batu yang keras.

Mari jadikan diri kita pribadi yang tangguh. Kuat bukan karena otot, tapi karena hati dan jiwa yang terkendali.

Semoga kita semua tercerahkan dan siap menghadapi pekan baru dengan jiwa yang lebih tenang dan kuat.*

Mas Imam Nawawi