Selasa pagi (30/9/25) saya sudah berlari turun dan naik tangga stasiun, untuk segera masuk commuter line. Tapi gagal, saya terlambat sekitar 30 detik untuk bisa menjangkau pintu yang terbuka dan tertutup secara otomatis itu. Tapi kalau mau berpikir tenang, tak ada kata rugi. Apalagi 30 detik kemudian saya malah dapat rezeki.
Bentuk rezeki itu adalah silaturahmi dan pengetahuan, karena saya bertemu senior: P. Yoda, yang memang sangat lama tak jumpa. Seperti kata istri kepadaku, rezeki itu bisa berupa rasa senang dalam kebaikan.
Berhubung waktu cukup untuk saling tukar pikiran, sambil menunggu kedatangan commuter berikutnya, kami interaksi cukup intens, terutama dalam ranah ide.
Alhasil kami berbincang cukup panjang dan lebar, sampai tujuan yang memisahkan kami. Tapi ide dan semangat sepertinya tak pernah akan terpisahkan. Termasuk bagaimana ide beliau nyangkut di kepalaku hingga mendorong tangan untuk sharing melalui tulisan ini.
Rezeki dari Kyai Maimun Zubair
Satu poin yang cukup dalam menancap dalam pikiranku adalah rezeki dari Kyai Maimun Zubair. Bentuknya tentu saja bukan uang, karena Kyai Maimun adalah orang yang kaya ilmu dan kebijaksanaan. Tentu saja ini keuntungan besar bagiku, karena memang belum pernah mencium tangan beliau secara langsung.
Tapi seperti janji Allah, rezeki itu akan datang kepada siapa yang Allah kehendaki. Sepertinya itulah yang sedang menyapa hidupku dalam momen yang tak terduga ini.
Ada dua pesan Kyai Maimun yang saya ingat dalam obrolan itu. Pertama, akan tiba masanya dimana Indonesia hampir semuanya akan Islam. Mendengar itu otakku segera siaga, coba mencerna, kok bisa begitu.
Media sosial, interaksi digital, menjadikan orang mudah mengakses langsung tentang Islam itu apa. Kondisi itu akan semakin cepat kalau umat Islam sendiri juga mampu menjadi juru laksana nilai-nilai Islam secara langsung.
Kedua, kalau sudah 40 tahun, jangan pernah berpikir kecuali nilai dan jalan ke akhirat. Sebab pada usia itu sisi fisik sudah tak sekuat dahulu. Sisi jiwa dan pemikiran kondisinya justru sangat “lapar”. Jadi lebih baik kejar akhirat dengan tetap tak melupakan tanggung jawab dunia.
Kuatkan Langkah
Namanya rezeki harusnya memang menguatkan langkah cari berkah, bukan malah tambah serakah dan pongah. Oleh karena itu Alquran menerangkan bahwa Allah adalah sebaik-baik pemberi rezeki.
Ketinggalan kereta yang saya mau, tak berarti saya jadi rugi. Allah malah memberikan saya rezeki silaturahmi dan ilmu.
Jadi, rezeki itu tak perlu kita risaukan. Tapi perlu kita upayakan dengan sikap tenang, yakin dengan janji-Nya dan sabar meniti jalan-Nya. Dan, ingat rezeki bukan sebatas uang, apalagi cuma soal angka. Rezeki itu adalah yang menjadikan hati kita tetap ingin uang, tapi begitu pegang kebaikan yang ingin kita wujudkan.*


