Setiap manusia pasti berselimut masalah. Apalagi era sekarang, sedikit masalah saja sudah Tuhan yang salah. Akibatnya banyak orang lari ke tempat-tempat yang harta mau menuruti keinginan mereka. Entah melalui judi, dapat jabatan dari pemerintah, dan lain sebagainya. Dan, seperti kisah umat terdahulu, siapa berharap kepada selain Allah, mungkin ia dapat. Tapi yang ia peroleh tidak membahagiakan. Sedangkan siapa yang teguh, tetap berharap kepada Allah, ia pasti bahagia. Meski jalannya panjang dan berliku.
Alquran memberikan bukti akan hal ini, bukan sebatas narasi indah bagi hati. Salah satunya melalui Nabi Allah, Zakaria as.
“Maka, Kami memperkenankan doanya, dan Kami anugerahkan kepadanya Yahya, dan Kami jadikan istrinya dapat mengandung. Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang selalu bersegera dalam (mengerjakan) perbuatan-perbuatan yang baik dan mereka berdoa kepada Kami dengan harap dan cemas. Dan mereka adalah orang-orang yang khusyuk kepada Kami.” (QS. Al-Anbiya’: 90).
Ayat itu menjelaskan bagaimana pentingnya tetap berharap kepada Allah. Kalau ibadah, doa dan memohon, mereka benar-benar maksimal, mau khusyuk. Penuh keyakinannya kepada Allah.
Yakin sepenuh hati kepada Allah bukan perkara mudah. Buktinya tidak mudah, kadang orang asal saja berdoa. Kalau merasa lelah ia kecewa. Nabi Zakaria tidak pernah merasa putus asa dari pertolongan Allah.
Padahal ia berdoa mulai dari telah menikah hingga beruban. Tak ada tanda-tanda empirik datang bahwa ia akan mendapat keturunan. Namun, kondisi itu justru membuat Nabi Zakaria kian gas dalam berdoa.
Penuh Harap
Dalam kisah Nabi Zakaria ini kita juga mendapat pelajaran tentang adab dalam berharap, berdoa dan ibadah kepada Allah. Yakni melakukan dengan penuh harap, khusyuk dan rendah hati. Lebih dari itu, jadilah orang yang bersegera dalam kebaikan.
Ciri utama orang bertakwa adalah bersegera dalam kebaikan. Oleh karena itu Gus Baha menekankan kepada para muridnya kalau ada kebaikan bersegera. Misalnya dengar adzan dan ingin shalat berjama’ah, maka berapapun kadarnya, perlihatkan unsur bersegera, meski itu dengan berjalan cepat.
Dalam kata yang lain, berdoa dan berkehidupan harus sinkron. Doa kuat, semangat dalam kebaikan pun jadi yang tercepat. Begitu kira-kira.
Terus Berusaha Yakin
Nabi Zakaria itu Nabi, kalau kita siapa? Begitu sebagian orang berpandangan. Memang benar, Nabi Zakaria tidak sama dengan kita. Tapi untuk siapa Allah hadirkan kisah Nabi Zakaria itu jika bukan untuk kita?
Bukankah kalau kita bukan Nabi, kadar ujian kita tak seberat Nabi dan Rasul. Jadi, argumen seperti itu tidak relevan.
Justru kita jangan kehilangan poin utama dari setiap kisah perjalanan hidup Nabi dan Rasul, yakni tentang ujian kesabaran, termasuk dalam hal berdoa dan yakin Allah menolong.
Kisah Keyakinan yang Teguh
Secara rasional kita bisa menangkap bahwa Nabi Zakaria adalah kisah tentang keyakinan yang teguh. Nabi Zakaria berdoa bukan semalam dan dua malam. Bahkan bukan setahun dan sepuluh tahun. Lebih dari itu, bahkan sampai usia senja, Nabi Zakaria berdoa untuk satu perkara. Memiliki keturunan.
Dengan demikian, jadilah hamba Allah yang terus yakin. Jangan terkecoh oleh keadaan yang membuat hati lelah dan pikiran jadi buram akan kekuasaan Allah. Tetap berdoa, semangat dalam kebaikan. Insya Allah, Allah akan datang. Tidak sesuai keinginan kita, tapi akan datang melebihi ekspektasi kita sendiri.
Jadi, tetaplah berharap kepada Allah. Yang menurunkan wahyu kepada Nabi Muhammad SAW untuk kita. Ya, kita yang manusia biasa dan mudah lupa serta dibelokkan keadaan. Oleh karena itu pegang teguhlah Alquran dan sunnah Rasulullah SAW.*