Mas Imam Nawawi

- Kisah

Pertanyaan Setelah Wisuda

Ahad pagi (19/10/25), seorang sarjana muda mendekati saya. Saya mengira ia akan berbagi kabar bahagia tentang kelulusannya. Namun, pertanyaannya ternyata jauh lebih dalam dan mengejutkan. “Bagaimana cara saya bisa menjadi manusia yang lebih dewasa?” tanyanya. Secara teori, saya jelaskan dengan sederhana. Dewasa bukanlah tentang berapa angka usia kita. Dewasa adalah soal kesadaran penuh atas tanggung […]

Pertanyaan Setelah Wisuda

Ahad pagi (19/10/25), seorang sarjana muda mendekati saya. Saya mengira ia akan berbagi kabar bahagia tentang kelulusannya. Namun, pertanyaannya ternyata jauh lebih dalam dan mengejutkan. “Bagaimana cara saya bisa menjadi manusia yang lebih dewasa?” tanyanya.

Secara teori, saya jelaskan dengan sederhana. Dewasa bukanlah tentang berapa angka usia kita. Dewasa adalah soal kesadaran penuh atas tanggung jawab. Ia adalah kemampuan mengendalikan emosi di saat sulit. Juga keberanian untuk mengambil keputusan yang bijak bagi diri sendiri dan orang lain.

Selama di bangku kuliah, ia sudah membuktikan kedewasaannya. Wisuda adalah buah dari tanggung jawab akademisnya. Tetapi, kehidupan setelah toga ditanggalkan menuntut tingkat kedewasaan yang baru. Ini adalah kedewasaan dalam bekerja, dalam beribadah, dan tentu saja, dalam memilih pasangan hidup.

Dewasa Memilih Pasangan

Ketika saya sampai pada diksi ‘pasangan’, pemuda itu tersenyum. Saya melanjutkan bahwa membangun keluarga butuh komitmen. Di dalamnya ada tanggung jawab besar dan kasih sayang yang harus terus dipupuk. Senyumnya semakin mengembang, tanda ia mengerti arah pembicaraan.

Lalu, saya sedikit memberinya sentuhan humor. “Kalau soal jodoh, cari yang shalihah. Insya Allah, dia akan membuatmu dewasa seratus kali lipat,” kata saya. Kami pun tertawa bersama.

Di balik candaan itu, ada sebuah kebenaran. Relasi yang sehat, terutama dalam pernikahan, adalah salah satu akselerator terbaik menuju kedewasaan sejati. Kita dipaksa untuk tidak lagi egois. Kita belajar berkorban dan memahami.

Perbincangan singkat itu menjadi pengingat bagi kita semua. Wisuda hanyalah sebuah gerbang. Universitas kehidupan yang sesungguhnya telah menanti setelahnya. Dari sanalah kita semua terus belajar dan akan mendapat tempaan, dalam sebuah perjalanan tanpa henti untuk menjadi dewasa.

Semakin Menyala

Saya perhatikan sorot matanya. Bukan tatapan kosong, melainkan penuh api semangat yang menyala. Ia tidak datang dengan kebingungan yang pasrah, tetapi dengan energi seorang pencari yang tulus. Ada gairah besar dalam dirinya untuk menemukan sesuatu yang ia yakini sangat penting.

Ia benar-benar sedang dalam sebuah pencarian. Mencari jawaban konkret agar hidupnya setelah ini jauh lebih tertata. Agar setiap langkah yang ia ambil punya arah yang jelas dan tidak lagi sekadar mengikuti arus. Pertanyaannya bukanlah lahir dari keputusasaan, melainkan dari sebuah kesadaran.

Kesadaran bahwa gelar sarjana hanyalah tiket masuk. Sementara arena pertandingan yang sesungguhnya menuntut bekal yang berbeda, yaitu kedewasaan. Semangatnya membuktikan satu hal: keinginan kuat untuk menjadi lebih baik adalah langkah pertama dari perbaikan itu sendiri. Selamat wahai sarjana muda.*

Mas Imam Nawawi