Dai, siapakah mereka? Tidak lain adalah sosok yang menyeru umat manusia pada keindahan nilai-nilai Islam, sehingga orang merasakan Islam yang indah, progresif dan maslahat. Dai adalah sosok yang terus berkiprah, hingga kini pun, tetap eksis sampai ke pelosok negeri.
Meski tugas dai menyeru, itu tak bermakna tunggal: ceramah saja. Walakin juga tentang seluruh aktivitas dai itu sendiri. Lisan maupun perbuatan, semua adalah alat untuk menyeru umat manusia pada keindahan Islam.
Dalam kata yang lain, dai selalu terdepan dalam kebaikan. Berusaha untuk terus tulus dalam menyiarkan agama Allah. Serta selalu berkomitmen untuk menjadi teladan dengan kemampuannya. Keteladanan itu berupa praktik-praktik kebaikan yang Rasulullah SAW lakukan sepanjang hidup.
Dai Halmahera di Hari Kemerdekaan
Sisi yang tak kalah menarik, dai bukan semata mengajak orang tekun dalam ibadah. Akan tetapi juga sadar akan kehidupan berbangsa dan bernegara.
Oleh karena itu pada 17 Agustus 2025, dai BMH di Halmahera bersatu bersama unsur Koramil, Polsek, dan perangkat Desa Woda di Tidore Kepulauan menyelenggarakan upacara kemerdekaan RI ke-80 di tengah hutan atau tempat suku Togutil berkehidupan.
Artinya, menjadi dai harus berjiwa progresif dan berpikir visioner. Meskipun yang mereka lakukan sehari-hari sangat sederhana. Belajar mengaji, mencontohkan cara ibadah yang benar para suku yang kini mualaf. Tapi begitu ada momentum kemerdekaan, mereka yang belum mengenal Indonesia pun bersemangat memperingati HUT RI ke-80.
Kuatkan
Dengan secuil kiprah yang demikian, tentu kemerdekaan bukan sebatas upacara pada 17 Agustus. Lebih jauh, kemerdekaan juga bicara perbaikan kehidupan umat, rakyat, bangsa dan negara.
Para dai telah mengambil jalan, memulai kebaikan hingga pedalaman. Padahal tak ada jaminan dari pemerintah berupa kesejahteraan kepada mereka. Namun, mereka menjalani itu semua karena sadar kekuatan Allah SWT.
Tugas kitalah sekarang, membantu menguatkan kiprah mereka untuk dapat selalu memberikan jalan terang kepada umat, kepada rakyat, tentang mana itu kebaikan, mana itu yang hak dan mana itu yang batil.
Sebab disadari atau tidak, moralitas masyarakat hanya dapat kita kuatkan melalui dakwah alias lewat kiprah dai-dai kita di berbagai tempat, termasuk pedalaman. Jadi, mari bersama hadirkan kebaikan dengan menguatkan kiprah dakwah para dai.
Akhlak Dai
Ahmad Yani dalam buku “Bekal Menjadi Khatib Dan Mubalig menegaskan bahwa dai itu punya akhlak. Akhlak pertama, baik atau dekat hubungannya dengan Allah SWT.
Oleh karena itu yang namanya dai harus bisa menjadi teladan dalam hal shalat, puasa, zakat, haji, serta amal ibadah lainnya. Termasuk tilawah Alquran, wirid, dzikir dan sebagainya.
Akhlak kedua, ikhlas dalam berdakwah. Sebab dakwah bukan panggilan profesi. Tidak ada yang menjamin kecuali Allah. Dan, sebaik-baik perkataan adalah dakwah kepada Allah.
Akhlak ketiga, sabar dalam berbagai keadaan. Para dai dalam berdakwah juga akan bertemu tantangan bahkan keadaan yang berat. Bisa seperti penolakan, caci maki, permusuhan dan lainnya. Namun dai yang ikhlas akan tetap sabar.
Akhlak keempat, dai itu terus berupaya menggunakan cara-cara berbicara yang baik. Dai tidak kasar, tidak memukul dan tidak menghardik. Dai lembut, merangkul dan mendidik.
Akhlak kelima, dai itu punya kesungguhan dalam berdakwah. Jadi, dengan kriteria seperti itu, sudahlah sesuai dan benar kalau kita menguatkan kiprah dakwah para dai.*