Kadang hati kita hampa saja ketika mendengar kalimat bahwa kita harus mengikuti Nabi Muhammad SAW. Mungkin karena kita merasa cukup sering mendengarkannya. Akan tetapi, bagaimana kalau kita melihat fakta sebaliknya?
Soal bunuh diri, orang tidak akan melakukan kecuali dia punya ide dan lebih jauh juga memiliki rencana melakukannya. Menurut psikolog, orang yang benar-benar melakukannya adalah yang memiliki pengetahuan tentang itu. Ia mempunyai kapabilitas.
Kapabilitas kata sang psikolog adalah dia punya akses, pengetahuan, dan pengalaman tentang itu. Ia menambahkan, pengalaman tidak berarti seseorang pernah mencoba melakukannya. Akan tetapi orang pernah menonton, melihat orang lain melakukannya, itu juga termasuk kapabilitas.
Menyimak hal itu rasanya memang sangat utama dan penting kita benar-benar mengikuti Nabi Muhammad SAW.
Tiru dan Tiru
Sejauh ini kalau berbicara mengikuti Nabi SAW seolah itu sulit. Karena Nabi SAW suci dan kita manusia biasa, dekat dan banyak dengan dosa. Tapi ini soal pilihan hidup agar selamat. Terlepas dari alasan apapun, satu-satunya jalan kita bisa selamat adalah mengikuti Nabi Muhammad SAW.
Gus Baha dalam satu ceramah mengatakan, kalau kita membaca Alquran lalu ada perilaku baik dari Nabi dan Rasul atau orang shaleh terdahulu, maka ikuti. Tanamkan dalam hati untuk kita menirunya.
Sekarang kalau kita tidak meniru mereka yang baik, siapa yang akan kita tiru?
Lihatlah ketika orang kehilangan figur, tak memiliki arah dalam hidup, siapa yang akan mereka ikuti.
Oleh karena itu perlahan mulailah tiru Nabi SAW. Dan, untuk itu langkahnya tidak sulit. Misalnya bagaimana cara mengisi pagi? Kita isi dengan produktivitas. Mulai ritual spiritual hingga rutinitas positif. Membaca, menulis, membersihkan rumah.
Kemudian tiru Nabi SAW dalam berkata-kata. Upayakan lembut. Kalau ternyata malah berkata kasar, kembalikan lagi niat, tekad dan kesadaran.
Pahami dan Jalani
Memahami dan menjalani ajaran Nabi Muhammad SAW adalah jawaban tuntas atas kehampaan dan kebingungan zaman.
Ini bukan sekadar meniru tanpa berpikir, melainkan sebuah pilihan cerdas untuk membentengi diri. Ketika dunia luar menawarkan ribuan ide destruktif, sunnah Nabi hadir sebagai filter sekaligus kompas moral yang paling teruji.
Setiap ajaran beliau SAW—dari cara bangun pagi, berinteraksi dengan sesama, hingga cara mengelola amarah—adalah cetak biru untuk membangun mental yang kokoh dan jiwa yang tenang.
Menjalankannya berarti kita secara sadar memilih resep kebahagiaan yang sudah terbukti, bukan lagi coba-coba yang berisiko fatal.
Pada akhirnya, mengikuti Nabi SAW adalah investasi terbaik untuk kehidupan kita. Kita tidak hanya diselamatkan dari keputusasaan, tetapi juga memperoleh berkah dari peta jalan untuk menjadi versi terbaik dari diri kita: pribadi yang tangguh, bermanfaat bagi sesama, dan meraih ridha Allah SWT. Inilah jalan kecerdasan sejati.*