Mas Imam Nawawi

- Opini

Merdeka dan Bahagialah Rakyat Indonesia

Sudah terlalu banyak tulisan yang mengawali narasinya dengan pertanyaan, “Apakah kita telah merdeka dengan sebenar-benarnya?” Saya lebih tertarik untuk menuliskan merdeka dan bahagialah rakyat Indonesia. Ada dua alasan mengapa itu penting saya ungkapkan. Pertama, merdeka itu soal hati dan pikiran. Sejauh hati dan pikiran kita merdeka, sebagaimana Bung Hatta merdeka dari rasa ingin menguasai uang […]

Merdeka dan Bahagialah Rakyat Indonesia

Sudah terlalu banyak tulisan yang mengawali narasinya dengan pertanyaan, “Apakah kita telah merdeka dengan sebenar-benarnya?” Saya lebih tertarik untuk menuliskan merdeka dan bahagialah rakyat Indonesia.

Ada dua alasan mengapa itu penting saya ungkapkan. Pertama, merdeka itu soal hati dan pikiran. Sejauh hati dan pikiran kita merdeka, sebagaimana Bung Hatta merdeka dari rasa ingin menguasai uang rakyat, maka itulah sumber kebahagiaan.

Kedua, kita harus sadar bahwa menuntut bukan lagi jalan yang tepat. Kita sendiri yang harus berjuang. Melawan segala bentuk kebijakan yang jahat, yang menyengsarakan rakyat.

Merdeka dari Rasa Takut

Apakah kita boleh berteriak merdeka? Boleh saja dan perlu, apalagi pada bulan Agustus.

Tapi jangan lupa, apakah kita merdeka dari rasa takut karena tekanan ekonomi yang kian mencekik kehidupan rakyat.

Lebih jauh apakah kita tidak terbelenggu oleh budaya yang kita ciptakan sendiri, yang kita lupa bahkan tak sadar, kita sulit untuk mencapai kemajuan, baik dalam hal berpikir atau berperadaban.

Buya Hamka berkata, manusia adalah budak kebiasaannya. Apakah kita telah merdeka dari scrolling, anxiety, depresi dan lain sebagainya.

Mengapa itu penting? Karena merdeka bukan milik negara semata, tetapi juga setiap individu yang jadi warga negara. Saya, kamu dan teman-teman semua.

Merdeka dengan Bertanggung Jawab

Ketika saya masih SD pada awal tahun 90-an, guru dan banyak pejabat bilang bahwa kita harus pandai mengisi kemerdekaan. Dahulu kita telah merdeka, sekarang apa. Ya, tentu saja mengisi kemerdekaan dengan segala kebaikan.

Bagaimana kita bisa menciptakan kebaikan tanpa rasa tanggung jawab?

Lihat sekarang, berapa banyak bicara seperti seenak hati. Bupati Pati adalah yang terkini. Perkataannya menyulitkan dirinya sendiri.

Tanggung jawab apa? Tanggung jawab yang kecil bisa kita mulai. Peduli pada masa depan kita sendiri. Mau merawat lingkungan. Kemudian menjadikan media sosial sebagai sarana menebar kebaikan.

Jangan fokus pada apa yang jadi agenda algoritma, tren dan budaya “viral”. Tapi fokuslah untuk menjadi pribadi yang merdeka. Buat konten yang manfaat, dengan cara dan pola yang menarik. Dengan begitu kita tidak menjadi terjajah oleh keinginan “like” dan “follower.”

Merdeka itu Adil

Saya benar-benar terkejut menyimak podcast Akbar Faizal dengan 3 narasumber yang membahas tentang ketidakadilan penerapan anggaran pendidikan yang 20 persen dari total APBN.

Ternyata, 13 ribu orang dalam pendidikan kedinasan bisa mandi anggaran hingga 104 triliun lebih. Sedangkan 64 juta orang dari SD-Perguruan Tinggi berebut anggaran 90 triliun lebih. Dalam kata yang lain, pantas kalau gaji guru kecil, infrastruktur sekolah tak layak dan fenomena murid kian jauh dari cerdas.

Melihat fakta itu, kalau kita ajak orang-orang berkata merdeka, terutama mereka yang putus sekolah karena ekonomi, kira-kira apa yang bergejolak di dalam hatinya?*

Mas Imam Nawawi

Leave a comment

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *