Isu dana zakat untuk membiayai program Makan Bergizi Gratis (MBG) telah memicu beragam respon. Bahkan mungkin sudah masuk tahap kontroversial. Sebagian besar beranggapan usulan itu tidak memiliki dasar kuat. Sisi lain juga memandang isu itu benar-benar menunjukkan “kepanikan” karena biaya MBG benar-benar menggerus anggaran.
Tidak memiliki dasar yang kuat, karena dana zakat memiliki ketentuan tersendiri dalam syariat Islam. Tidak bisa begitu saja kita pindahkan untuk program MBG.
Masyarakat pun melihat bahwa seharusnya tata kelola keuangan negara yang mesti mendapat perhatian dengan prinsip transparansi dan bertanggung jawab.
Kalau kemudian anggaran kurang dan main lirik kesana-kemari atau bahkan main comot, tentu publik seolah dapat undangan untuk memberikan setumpuk pertanyaan, mengapa harus menyeret-nyeret dana zakat.
Sebagaimana pantauan media massa, memasuki minggu ketiga program makan bergizi gratis, Menteri Koordinator Bidang Pangan, Zulkifli Hasan, menyampaikan bahwa anggaran yang tersisa hanya Rp 71 triliun. Anggaran ini diperkirakan hanya cukup untuk menjalankan program sampai Juni 2025.
Zakat Jangan Diutak-atik
Sabtu malam (18/1/25) saya mendapat kesempatan menjadi narasumber dalam siaran Radio Elshinta. Pendengar ternyata sangat antusias. Mereka melempar pertanyaan dan opini melalui pesan singkat hingga telpon langsung.
Satu gagasan yang sangat kuat saya tangkap dari beberapa pendengar adalah pesan penting mereka. Bahwa dana zakat harus kita jaga sesuai peruntukannya dalam Islam. Kata mereka, “Janganlah zakat diutak-atik!”
Baca Juga: Perlunya Memahami Zakat Harta
Aspirasi itu tentu sebuah kepedulian mendalam masyarakat akan soal zakat dan MBG. Jangan karena MBG kekurangan dana, zakat yang jadi sasaran.
Sedangkan dana zakat itu adalah wujud manivestasi keimanan setiap Muslim yang berupaya memelihara iman di dalam hatinya. Sebagian mereka tentu tidak mau dana zakat yang mereka amanahkan ke Baznas atau Laznas digunakan pemerintah untuk satu program yang tidak bisa lepas dari anasir-anasir politik.
Kuatkan Ekosistem Zakat
Memperhatikan isu tersebut, saya menyampaikan opini melalui Elshinta bahwa pemerintah perlu mengenal zakat, Lembaga Amil Zakat dan peran serta kiprah Laz dengan lebih mendalam.
Terlanjur menjadi isu di masyarakat, sangat baik kalau ini menjadi momentum bagi pemerintah menguatkan ekosistem zakat. Tidak dalam arti untuk mendukung MBG. Namun dalam upaya Laz dapat berperan lebih terstruktur dan massif bagi pengentasan kemiskinan, mencerdaskan kehidupan bangsa dan menciptakan pemberdayaan ekonomi.
Jadi, pemerintah dapat memberi ruang secara konkret pada program tertentu yang sesuai dengan kapasitas Laz yang mengelola dana zakat umat dalam mendukung peningkatan pembangunan manusia Indonesia lebih baik.
Dalam kata yang lain, pemerintah bisa membuka diri untuk lebih proaktif dalam pelibatan unsur masyarakat yang secara program memang relevan dengan kebutuhan pembangunan bangsa dan negara.Dengan catatan, undangan dari pemerintah kepada LAZ semakin menumbuhkan trust umat dalam menunaikan zakat, infak dan sedekah.
Apakah itu mungkin? Saya kira semua kebaikan itu mungkin, terlebih kalau kita terbuka, jujur dan tulus dalam membahasnya.*