Zakat, sebagaimana kita pahami dalam sejarah dan realitas yang terus berkembang, bukan hanya sekadar kewajiban agama, tetapi juga solusi bagi berbagai permasalahan umat, bangsa, dan negara. Sebagai pilar keislaman seseorang, zakat itu sederhana dalam implementasi, tetapi dampaknya luar biasa.
Pernah melihat santri yatim dhuafa di pesantren? Mereka untuk makan saja kesulitan. Namun berkah zakat kaum Muslimin, mereka tidak saja bisa makan, tetapi juga bisa menuntut ilmu. Seperti tumbuhan, lambat laun mereka menghafal Quran, memiliki skill yang menunjang hidupnya, bahkan ada yang menjadi cahaya dengan menjadi guru atau dai.
Apakah kita masih mau meragukan, bahwa itu semua adalah barokah dari zakat? Jika kita memahami dengan hati terbuka, niscaya kita akan terus menunggu, kapan saya membayar zakat lagi, membayar zakat lagi dan melihat perubahan kembali terjadi.
Ketua Forum Zakat
Senin malam (2/9/24) saya berkesempatan mengikuti paparan dari Ketua FOZ, Bapak Wildan Dewayana. Pria kalem itu berbicara secara datar. Namun pemaknaannya terhadap apa itu kebaikan yang bersumber dari Al-Baqarah ayat 177 sangat mendalam.
Allah SWT menyederhanakan ukuran kebajikan, bukan tentang kompleksitas strategi, metode atau manajemen, melainkan tentang keimanan dan kepedulian terhadap sesama.
Kebaikan menurut Allah itu lebih mendasar. Mulai dari iman kepada Allah, iman kepada hari akhir, iman kepada malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi. Artinya kita memahami, mengikuti lalu memperjuangkan kebaikan atas dasar iman itu.
Memberikan Harta
Selanjutnya adalah memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya.
Mereka yang berhak kita berikan sedekah itu termasuk dari yang berhak menerima zakat. Artinya jangan pernah tidak membayar zakat. Itu kebaikan di mata Allah. Terlebih Allah juga menegaskan dalam lanjutan ayat tersebut.
Kemudian mendirikan shalat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar (imannya); dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa.
Baca Juga: Perlunya Memahami Zakat Harta
Jadi, ukuran kebaikan bagi kita, kalau kita ingin tahu kualitas kebaikan dalam diri, timbang saja menggunakan ayat ke-177 dari Surah Al-Baqarah itu.
Orang Kaya
Dengan panduan ayat tersebut, apa tugas orang kaya dalam kehidupan ini? Apakah flexing, apakah foya-foya?
Jika orang memiliki iman dalam hatinya, harta akan menjadikan ia sadar bahwa dirinya punya peluang besar menjadi orang baik di mata Allah. Caranya adalah memberikan sebagian hartanya, baik dalam bentuk sedekah, infak, lebih-lebih zakat.
Meskipun saat seseorang sadar dan terus membayar zakat, hal itu kata guru saya, Ust. Abdul Kholiq, Lc, masih merupakan bentuk ketaatan yang wajar, normal alias biasa. Karena bagaimana orang tidak membayar zakat, ancamannya jelas.
Dan, orang yang melakukan sesuatu karena takut ancaman, sebenarnya adalah rasional. Dalam kata yang lain, zakat sebenarnya pintu hati kita berlatih untuk terus taat kepada Allah karena sadar akan besarnya cinta-Nya kepada kita dan kebutuhan kita akan ampunan-Nya. Tidak lagi membayar zakat, karena takut ancaman-Nya. Lebih-lebih kalau sudah diancam, tidak takut juga. Ini yang sangat berbahaya!*