Home Kisah Zakat di Tanah Baduy: Membangun, Menguatkan, dan Menginspirasi
Kebaikan zakat

Zakat di Tanah Baduy: Membangun, Menguatkan, dan Menginspirasi

by Imam Nawawi

Selasa (11/2), saya dan tim LAZNAS BMH berangkat ke Baduy dengan semangat yang membuncah. Perjalanan ini bukan sekadar kunjungan, tetapi misi melihat langsung dampak zakat yang nyata. Ada dua agenda utama yang menjadi fokus.

Pertama, kami memantau progres pembangunan rumah layak huni, hasil sinergi BMH dan BAZNAS RI. Proyek ini menjadi harapan bagi mualaf di Kampung Baduy untuk mendapatkan tempat tinggal yang lebih layak.

Kedua, kami bersilaturahmi dengan komunitas pendidikan Tangerang Selatan yang tengah menjalankan program sosial di sana. Bersama Bu Tatik Kancaniati, kami berbagi inspirasi tentang bagaimana zakat, infak, dan sedekah bisa mengubah kehidupan.

Islam: Lebih dari Sekadar Ibadah, Tapi Jalan Hidup

Setiap kali menyaksikan perubahan dari zakat, saya semakin memahami bahwa Islam bukan sekadar ajaran spiritual. Islam adalah sistem kehidupan yang membangun kebersamaan, menguatkan nilai sosial, dan menghadirkan peradaban yang berkeadilan.

Kalau belakangan ada wacana zakat untuk makan bergizi gratis, itu karena memang zakat sangat dahsyat. Meski begitu tak semua yang dahsyat bisa kita “utak-atik” sesuka hati. Karena zakat itu ketentuan Islam, bukan improvisasi budaya.

Namun dari fakta itu kita semakin dalam memahami. Bahwa, kebaikan dalam Islam bukan hanya untuk diri sendiri. Ia adalah kekuatan yang harus terus bergerak, mengalir, dan memberikan dampak bagi sesama.

Malam yang Penuh Makna: Mengenalkan Kiprah BMH

Ketika malam tiba dan perjalanan saya ke Baduy hampir berakhir, Bu Tatik memberikan satu amanah penting. Beliau meminta saya mengenalkan kiprah BMH kepada generasi muda yang hadir.

Saya pun menceritakan bagaimana BMH telah berkontribusi bagi mualaf, tidak hanya di Baduy, tetapi juga di berbagai daerah. Dari Pulau Rupat, Selat Kongki di Kepulauan Riau, Mualaf Tengger di Jawa Timur, Suku Wana di Morowali Utara, hingga Suku Togutil di Halmahera, Maluku Utara.

Mereka bukan sekadar mendapatkan bantuan, tetapi juga pendampingan. Mualaf ini tidak dibiarkan berjalan sendiri. Mereka didukung dalam kehidupan, pendidikan, dan ekonomi, agar kuat dalam keyakinan dan mandiri dalam kehidupan.

Setelah saya berbagi tentang program BMH, Bu Tatik melanjutkan dengan tema “Social Entrepreneur”. Ia membuka presentasinya dengan sebuah refleksi tajam: “Kerusakan akan terus meluas jika masyarakat hanya menuntut hak, tetapi lupa akan kewajiban.”

Beliau menjelaskan bahwa individu yang aktif dalam kebaikan tidak hanya mendapatkan cinta dari masyarakat, tetapi juga menghadirkan perubahan. “Oleh karena itu, kita harus fokus pada kebaikan demi kebaikan,” tegasnya.

Zakat: Pintu Terbuka untuk Menjadi Baik

Peluang kita menjadi pribadi yang lebih baik sangat terbuka lebar. Salah satu jalannya adalah zakat. Mengapa zakat? Karena ini adalah kewajiban, bukan pilihan.

Zakat bukan hanya ibadah tahunan, tetapi bentuk nyata dari solidaritas sosial. Ketika seseorang menunaikan zakat, ia sedang membersihkan hartanya sekaligus membantu mereka yang membutuhkan.

Di Kampung Mualaf Baduy, di pelosok negeri, dan di hati banyak orang, zakat telah menjadi sumber perubahan. Dari satu tangan yang memberi, tumbuh harapan yang terus menyebar.

Kebaikan adalah investasi abadi. Dan zakat adalah jalan paling sederhana untuk menyalakannya, mengokohkannya dan menjadikan pembangunan berkelanjutan bisa kita wujudkan.*

Related Posts

Leave a Comment