Dalam beberapa kesempatan saya sempat menonton film Kurulus Osman. Satu sesi yang begitu menarik adalah saat Tekfur Nikola yang begitu membenci Ertugrul dan Osman mengajak dialog sang tangan kanannya, yakni Fylatios tentang sejarah. Di situ Nikola mengajak Fylatios mendekati sejarah.
“Apakah kamu mengerti bagaimana Julius Caesar berperang dengan Goth,” tanya Nikola. Fylatios menjawab cepat, “Tidak!”
Nikola yang terkenal arogan itu ternyata memiliki satu pemahaman yang cukup dalam tentang urgensi sejarah. Kepada Fylatios ia memberikan penjelasan.
“Orang yang tidak mengenal sejarah ia tidak tahu jalan kemenangan.”
Baca Juga: Mereview Cara Berpikir
Sepenggal dialog itu termasuk yang membuat saya begitu tertarik menonton film Osman Bey itu. Dan, dari sini saya melihat bahwa betapa orang-orang di luar Islam memang mengerti dengan cara apa mereka harus menundukkan kaum Muslimin. Karena mereka memang dekat dengan sejarah.
Ustadz Budi Ashari
Seperti sebuah aksioma, ternyata pentingnya sejarah ini memang menjadi kaidah umum untuk menata keadaan umat.
Ustadz Budi Ashari menjelaskan itu dalam sebuah tausiyahnya di hadapan hadirin jama’ah Masjid Nurul Huda melalui kanak youtube dengan tema “Kemunduran Umat Karena Tidak Belajar Sejarah.”
Ia menjelaskan, “Sejarah ini berhubungan sangat erat dengan kebesaran dan kemunduran sebuah zaman. Karena sejarah ini cermin masa lalu. Para ahli sejarah mengatakan, bahwa sejarah itu mengulangi dirinya sendiri.”
“Keadaan kita hari ini, apa yang terjadi, apa yang akan terjadi, kalau ada masalah, ini sebenarnya seperti apa, mengurainya bagaimana dan solusinya apa, itu kalau orang belajar sejarah dia akan mengerti, karena sejarah berulang,” ulasnya lebih lanjut.
Kemudian, “Para ulama dalam Islam itu menempatkan sejarah di posisi yang luar biasa.”
Bagi Ibn Khaldun seperti dalam Kitab Muqaddimah, “Hakikat sejarah adalah tentang masyarakat umat manusia. Sejarah identik dengan peradaban dunia; tentang perubahan yang terjadi pada waktak peradaban itu sendiri, seperti keliaran, keramah-tamahan, dan solidaritas (‘ashabiyyat); revolusi dan pemberontakan oleh segolongan rakyat melawan golongan yang lain dengan akibat timbulnya kerajaan-kerajaan dan negara-negara dengan berbagai macam tingkatannya; tentang kegiatan dan kedudukan orang, baik untuk mencapai penghidupannya, maupun dalam ilmu pengetahuan dan pertukangan; dan pada umumnya tentang segala perubahan yang terjadi dalam peradaban karena watak peradaban itu sendiri.”
Sejarah Ertugrul
Relevansi dari uraian di atas kita bisa lihat di antaranya melalui sejarah Ertugrul tulisan dari Prof. Muhammad Khulaif Ats-Tsunayyan.
Pada bab tentang sepak terjang Ertugrul Ats-Tsunayyan menceritakan betapa ayah dari Osman itu betul-betul seorang pemberani. Bukan saja berani melawan musuh, ia juga sangat terdepan membela yang lemah.
Atas keberaniannya itu, Penguasa Seljuk, Sultan Alauddin Kayqubad I selalu memberi kepercayaan kepada Ertugrul setiap kali ada pertempuran. Dan, Ertugrul memang selalu terdepan dan kembali dengan membawa kemenangan.
Satu di antara kalimat Ertugrul ialah, “Sebuah tindakan tidak terhormat bila kita justru memalingkan badan dari orang yang sedang terdesak dan amat membutuhkan pertolongan. Mari kita bergegas menolong mereka di siang yang terik ini. Mari kita jadikan pedang-pedang kita sebagai penyelamat nyawa mereka.”
Baca Lagi: Inilah Nasihat Syaikh Edebali Kepada Pemimpin Besar Osman
Artinya, jika banyak mata kagum kepada Al-Fatih, itu tidak lain karena memang ia punya leluhur pemberani dan memiliki visi besar. Sang putra, Osman yang kemudian mewarisinya. Sampai kemudian lahirlah imperium besar bernama Daulah Utsmaniyah.
Pendek kata, akan seperti apa bangsa Indonesia dan umat Islam ke depan, amat tergantung pada para pemuda dan pemimpinnya. Sebesar apa impian (visi) mereka terhadap masa depan. Tak perlu berkoar dengan kata-kata dan penjelasan belaka, tetapi tindakan nyata. Bahkan kesadaran berpikir yang mewujud dalam tema-tema diskusi sehari-hari. Allahu a’lam.*