Sembari membantu istri berkegiatan pagi hari, saya kemudian duduk di bagian depan rumah lalu menyambar buku karya Buya Hamka, “Pribadi Hebat.” Pada halaman 38 ada quote dari Wapres Pertama RI, Bung Hatta perihal hal yang sulit diperbaiki.
“Kurang cerdas dapat diperbaiki dengan belajar. Kurang cakap dapat dihilangkan dengan pengalaman. Namun, tidak jujur, sulit memperbaikinya.”
Orang yang seperti itu kata Buya Hamka karena pergaulan hidup yang sempit, kurang ilmu, sedikit pengalaman dan menghabiskan waktu dengan percuma mengurus pekerjaan kecil yang ia sangka pekerjaan besar. Kasihan sekali.
Baca Juga: Bincang di Radio MSK
Nah, ungkapan Bung Hatta yang menjadi tekanan Buya Hamka itu tampak terjadi saat ini. Bagaimana negara ini sebenarnya mudah maju dan unggul, namun ternyata payah dan “amburadul” karena kuatnya ketidakjujuran.
Mendeteksi
Mendeteksi kebohongan tidaklah sulit. Kalau mencari di Google pun mudah kita dapatkan. Salah satu cara mendeteksi orang pembohong atau bukan adalah dengan melakukan komparasi ucapan sekarang dengan sebelumnya.
Apabila antara ucapan dahulu dengan ucapan yang sekarang tidak nyambung, bahkan bertentangan, maka kebohongan tengah berlangsung.
Perhatikan juga data dan fakta yang ia sampaikan. Jika ternyata tidak bersesuaian atau bahkan malah berlawanan, berarti ia sedang melancarkan kebohongan lagi.
Dan apabila fakta dan data telah kita tunjukkan, namun ia tetap berbohong, maka memang itulah kualitas dirinya. Hanya dirinya yang bisa memperbaiki atas izin Tuhan. Kita sebagai manusia tidak lagi punya kekuatan.
Pertaruhan Masa Depan
Kejujuran adalah bagian dari moralitas. Dalam Islam itu adalah bagian utama dari akhlak. Apabila runtuh moral, kemudian kebohongan tidak mendapat tindakan hukum yang memadai, maka pertaruhannya adalah masa depan bangsa.
Pembebasan bersyarat korupter misalnya, itu bukan saja membuat publik bertanya bahkan marah. Kalau tidak ada penyelesaian serius, itu juga akan mengancam masa depan bangsa kita sendiri.
Hal itu sama saja dengan menjadikan KPK yang kerja sebagaimana tupoksinya menjadi tidak ada gunanya. Toh, akhirnya, koruptor yang tertangkap bisa segera bebas dengan ragam aturan yang kesannya memang ingin mendukung pelaku koruptor yang sebenarnya juga terkategori tindakan kebohongan.
Baca Lagi: Viral Akhlak Penentu Kemenangan
Satu hal yang juga penting mendapat perhatian kita bersama dalah kebohongan di dunia pendidikan, yang mana segala aturan yang niatnya mengangkat kualitas mahasiswa, misalnya adanya kebijakan menulis untuk jurnal internasional, bukannya mendorong usaha gigih, tetapi malah menyuburkan plagiasi.
Akhirnya muncul istilah jurnal predator, jurnal abal-abal, kemudian penerbit jurnal “abu-abu”. Artinya, kalau itu tidak kita ubah, maka masa depan bangsa akan penuh dengan musibah. Semoga tidak terjadi.*