Apa tugas terberat orang yang pandai, terampil dan bahkan berpengaruh? Yaitu yakin bisa melahirkan pemimpin.
Jelas ini bukan perkara mudah. Seorang ayah yang profesor pun belum tentu bisa mendidik anak-anaknya seperti dirinya, kecuali dalam kasus-kasus tertentu.
Unsur yang paling dasar sulit sekali orangtua terapkan kepada anaknya, yakni kedisiplinan. Padahal itu syarat mutlak untuk anak tumbuh menjadi pemimpin.
A. Hassan, guru dari M. Natsir pernah berkata, “Anak itu kalau digendong terus tak akan pandai berjalan.”
Artinya berikan bekal berupa prinsip, pelajaran, dan metode yang relevan, agar anak muda Indonesia tumbuh dengan kesadaran dan kecerdasannya sendiri menjawab tantangan hari ini dan masa depan.
Interaksi
Melahirkan pemimpin tidak bisa mengandalkan forum formal, harus ada interaksi.
Baca Juga: Shalahuddin Muda dalam Tinjauan Jhon Man
M. Natsir tumbuh menjadi pemimpin hebat salah satunya karena begitu intensif interaksi dirinya dengan A. Hassan.
M. Anwar Djaelani dalam buku “Ulama Kritis Berjejak Manis” merekam sepintas bagaimana keduanya berinteraksi, indah sekali.
Natsir belajar ke A Hassan dengan datang ke rumahnya di Bandung. Setiap Natsir tiba, A. Hassan nyaris senantiasa sedang sibuk menulis. Biasanya menulis tafsir Alquran.
Menyaksikan A Hassan sibuk menulis, Natsir membalikkan badan untuk keluar. Namun, A. Hassan yang melihat itu berseru memanggil Natsir agar tidak pulang.
Setelah itu keduanya duduk bersama dan mulailah interaksi, dengan diskusi bahkan berdebat antara murid dan guru.
Biasanya pemandangan seperti itu terjadi antara Ashar dan Maghrib.
Sekarang, siapa pemimpin paling hebat dalam partai, gerakan, dan komunitas umat, yang ia menyediakan waktu berinteraksi dengan anak muda.
Sisi yang lain, masih adakah anak muda mau belajar kepemimpinan untuk membawa kebaikan umat, rakyat, agama, bangsa dan negara dengan penuh kesadaran kepada para pemimpin hebat saat ini.
Konsisten
Melahirkan pemimpin butuh kekuatan yang konsisten, utamanya dalam penerapan pendidikan perkaderan kepemimpinan itu sendiri.
Baca Lagi: Ujian Terberat Pemimpin
Dalam skala global, kita bisa melihat langkah itu jadi kekuatan China mendominasi ekonmi dunia belakangan ini.
Ternyata itu karena kekuatan kaderisasi Partai Komunis China yang berjalan dalam 40 tahun terakhir secara simultan dan konsisten.
China menerapkan yang namanya meritokrasi, yakni sistem menghadirkan kesempatan yang sama kepada semua individu dalam masyarakat untuk menduduki suatu posisi atau jabatan publik karena kompetensinya, bukan nepotisme.
China seakan sangat menyadari bahwa cara-cara spontan dan instan serta feodal (dalam memilih pemimpin) hanya akan melahirkan pemimpin-pemimpin yang dangkal secara intelektual, karakter dan etos dalam bekerja.
Xi Jinping sendiri, Presiden China sekarang, itu harus melalui fase perkaderan sebanyak 16 jabatan publik selama 40 tahun. Ia memulainya dari kepemimpinan di tingkat desa.
Artinya China telah siap menjalani masa depan dengan stok memadai untuk memenuhi kebutuhan pemimpin.
Sebab untuk saat ini China konsisten, menyemai kader-kader dengan sistem meritokrasi. Akibatnya sistem promosi kepemimpinan lokal-nasional secara hierarkis-kompetitif berjalan dengan baik.
Tentu China adalah fakta, kita cukup melihat sebagai sebuah pelajaran.
Tinggal bagaimana sekarang, gerakan muda umat Islam, partai politik di Indonesia, para pemimpin level pusat Indonesia, sudahkah yakin mampu melahirkan pemimpin?*