Jika Allah menghendaki mudah, semua akan mudah. Seluruhnya akan Allah jadikan gangsar, termasuk dalam perjalanan. Itulah yang saya rasakan pada Selasa (6/8/24). Saat itu pukul 02.00 WIB saya mulai bangun dari tidur. Beberapa urusan segera dapat saya tuntaskan dengan tepat waktu,
Alhamdulillah. Sampai tidak terasa pukul 07:40 saya baru melihat jam usai membaca dua bab dari buku Grit karya Angela Duckworth.
Gelisah
Ketika itulah saya mulai gelisah, karena idealnya saya sudah meninggalkan hotel pada pukul 06.30 WIB. Sedikit cemas mulai menguasai jiwa, tapi saya coba kendalikan bahwa jika Allah memudahkan semua akan gangsar (lancar).
Tepat pukul 08:00 WIB saya meninggalkan hotel. Kepala BMH Sumut, Lukman BAMS, tiba tepat pukul 07:58. Begitu melihat mobilnya saya bergegas keluar lengkap dengan koper yang malang melintang antara Medan – Pulau Samosir.
“Sigap kali, ini,” katanya tersenyum.
Saya menjawab dengan senyuman. “Semua sudah kita persiapkan.”
Kami lalu tersenyum bersama dan tancap gas. Tapi Kota Medan sudah tak ubahnya Jakarta, jam-jam itu adalah momen jalanan padat.
“Semoga dapat ini, kita,” kata pria yang biasa kusapa Ustadz itu.
“Insha Allah, kita akan dapat,” sahutku.
Bincang Buku
Sekalipun cukup mengkhawatirkan start kami ke Bandara Kualanamu dari Polonia, tapi kami tidak panik. Justru kami berbincang sepanjang perjalanan perihal buku, termasuk buku Grit itu.
“Sudah habis baca buku yang semalam,” Ust. Lukman melempar pertanyaan.
“Tidak, saya baru sempat membaca dua bab awal. Tapi memang menarik buku itu,” saya menjelaskan.
Baca Juga: Jangan Pernah Membenci Nasehat
“Hidup itu bukan soal bakat (apalagi keturunan), tetapi sejauh mana seseorang bisa tabah dalam menghadapi situasi sulit. Itu kesimpulan menarik, saya langsung teringat kisah Nabi Yusuf as. Beliau sukses karena tabah dalam menghadapi situasi sulit,” saya menguraikan lebih panjang.
Ust. Lukman sembari mengendalikan kemudi mobil, mengangguk dengan berusaha keras meresapi. Maklum, konsentrasinya terbagi-bagi. Satu sisi harus fokus memperhatikan posisi mobil dalam kemacetan, sisi lain harus mencerna paparan saya soal buku itu.
“Kata Duckworth, ketabahan itu hasrat. Hasrat yang disertai kegigihan dalam mengerjakan sesuatu,” saya menyambung cerita buku.
Pria yang pernah bersamaku dalam perjalanan kebaikan BMH selama sepekan ke pedalaman Bulungan, Kalimantan Utara itu pun berkata, “Jadi membaca itu memang menambah energi, ya! Ini perkara penting sekali, saya juga memiliki pengalaman seperti itu.”
Kemudahan
Bincang buku yang hangat dan bersahutan membuat kami tak celik terhadap perjalanan.
Baca Lagi: Sadar sebagai Pemimpin
Pendek kata, tibalah di Bandara Kuala Namu. Waktu menunjukkan pukul 09:15 WIB. Pesawat yang saya pilih akan take off pukul 09: 55. Gelisah mulai menerjang kembali. Antrean panjang dan masing-masing penumpang membawa lebih dari 1 koper.
Jika saya pasif, maka boleh jadi saya akan tertinggal pesawat. Saya pun coba melangkah maju, perlahan-lahan. Saya menarik langkah tanpa membawa koper dalam antrean.
Kepada seorang pria saya berkata. “Pak, apakah berkenan saya mendahului, karena tiket saya pukul 09:55 WIB?”
Sebenarnya saya khawatir, apa yang saya harapkan tidak terjadi. Karena ini Medan. Tetapi dahsyat, bapak itu mengizinkan. “Silakan, Mas. Silakan.”
Satu kemudahan Allah berikan. Saya mulai mendekati tempat boarding. Namun, sebelah saya menyerobot seorang pria dengan koper tak kurang dari lima. Ukurannya besar semua.
Kepadanya saya tersenyum. “Bapak, apakah diizinkan kalau saya lebih awal, koper saya hanya satu.”
Pria itu sekalipun buru-buru ternyata baik hati. “Oya, silakan,” katanya. Kami pun otomatis saling mengulurkan tangan dan bersalaman lalu senyum bersama.
Setelah menerima tiket lengkap dengan tanda bagasi, saya melangkah secepat-cepatnya ke bagian bagasi. Langkah saya semakin kencang karena jarak dari boarding pas dengan bagasi tidak kurang dari 100 meter.
Selanjutnya saya berlari ke gate 7 Bandara Kualanamu. Betul saja, kursi peron penumpang kosong. Ini semua penumpang sudah di dalam pesawat, saya membatin.
Segera saya berlari dengan kemampuan terbaik. Tentu tak seperti atlet lari yang bertanding. Ya, saya olahraga sampai ke tangga pesawat. Lumayan berkeringat, sehat insha Allah.
Dan, akhirnya saya duduk dalam pesawat dalam kondisi masih bisa dimaklumi. Karena setelah saya, masih ada yang datang beberapa lagi.
Rezeki
Kemudahan demi kemudahan itu sejatinya tidak akan datang kecuali Allah yang menghendaki.
Hal itulah yang menjadi dasar mengapa saya menuliskan pengalaman ini. Tidak lain karena ini adalah nikmat, rezeki langsung dari Allah.
Bayangkan kalau Allah tidak memberikan kemudaha itu? Maka kisah akan berjalan tidak seperti ini. Ya Allah, Alhamdulillah.
Dan, untuk kemudahan urusan kita, Nabi SAW mengajarkan satu doa penting perihal kemudahan ini. “Ya Allah, tidak ada kemudahan kecuali yang Engkau buat mudah. Dan engkau menjadikan kesedihan (kesulitan), jika Engkau kehendaki pasti akan menjadi mudah.” (HR. Bukhari).*