Waspadai fenomena BNPL (Buy Now Pay Later) merupakan perkara penting kita dalami. Hal ini karena BNPL telah menjadikan sebagian dari kaum muda candu terhadap utang.
Laporan Koran Tempo edisi Jumat, 2 Juni 2023 mengupas fenomena BNPL itu secara cukup lengkap.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat, pada 2021 anak muda gen-Z yang berada pada usia 19-25 dan gen-Milenial yang berada pada umur 26-35 telah “memakan” utang sebesar Rp. 14,74 triliun.
Baca Juga: Menukik, Indonesia Masuk 100 Negara Paling Miskin di Dunia
Data itu menunjukkan bahwa pay later telah jadi pelipuran kaum muda untuk mendapatkan sesuatu, baik barang maupun jasa. Bahkan untuk barang-barang yang sebenarnya tidak benar-benar mereka butuhkan.
Sayangnya, tak semua kaum muda mampu membayar pay later itu secara tepat waktu. Data menunjukkan ada banyak tunggakan, yang setiap orang menunggak sebesar Rp. 2,8 juta.
Fenomena itu telah terjadi sejak Covid-19 melanda dunia bahkan Indonesia. Sebagian terpaksa dan akhirnya terjerat utang online itu karena terkena PHK.
Semakin sulit kondisi, karena pemerintah tidak berhasil menekan kenaikan harga bahan pokok, tambah krisis global yang menghantam, serta aktivitas daring yang semakin massif.
Fakta itu menunjukkan bahwa sekarang utang bukan lagi soal relasi sosial yang simpel.
Tetapi telah menjelma sebagai problem masyarakat yang melampaui urusan ekonomi, finansial, dan negara.
Padahal Indonesia sedang menggemakan bonus demografi, Indonesia emas 2045. Bagaimana kalau anak mudanya banyak terjerat utang?
Tahan Diri
Menyaksikan fakta dan data sedemikian itu tidak ada cara terbaik menjawabnya selain dengan kemampuan menahan diri.
Terlebih “provokasi” untuk anak muda lebih sering menggunakan dompet digital sangat kuat.
Saat ini 67,8 persen responden dalam survei KIC mengaku aktif sebagai pengguna dompet digital, mulai dari OVO, GoPay, ShopeePay, hingga DANA.
Dan, masih dalam Koran Tempo yang ditulis oleh Muhammad Naufal Waliyuddin, kandidat doktor studi Islam UIN Kalijaga itu, sejak 2017-2019 aplikasi e-commerce sering mendorong orang melakukan aktivasi pembayaran melalui dompet digital.
Akibatnya orang tidak sedikit yang terjebak dan akhirnya menjadikan pay later sebagai unggulan, hingga tanpa sadar kecanduan.
Tentu saja ini bukan dampak negatif dompet digital. Akan tetapi bagaimana diri mampu bijak dan menahan diri dari berbelanja yang tidak perlu, apalagi kalau sampai berutang dan terus-menerus berutang.
Bahagia dengan Iman
Langkah revolusioner yang kaum muda perlukan untuk selamat dari candu berutang adalah mengembalikan kekuatan iman dalam hati.
Baca Lagi: Kemiskinan Sejati Harus Kita Hindari
Tanpa itu, orang akan mudah sekali terserang virus hedonisme. Satu pandangan hidup yang menganggap bahwa sumber kebahagiaan adalah materi.
Dalam KBBI hedonisme adalah pandangan yang menganggap kenikmatan dan kesenangan materi sebagai tujuan utama dalam hidup.
Jadi, tidak ada jalan kembali, kecuali mendekatkan diri kepada Allah, teguhkan iman dalam hati.
Daripada banyak utang, lebih baik banyak sedekah. Tetapi yang terlanjur berutang, berdoa dan terus ikhtiar agar mampu melunasinya.
Gus Baha pernah mengatakan, “Jangan pernah putus asa saat merasa dalam kesulitan, sebab Allah menyertakan kemudahan setelah kesulitan.”
Sekarang kembali kepada iman adalah jalan iman. Yang belum jangan terjebak. Yang terlanjur nyebur, segera hadirkan niat untuk mentas.
Mungkin berat, tidak mudah, dan seakan-akan sangat-sangat sulit. Tetapi yakinlah, sejauh ada usaha untuk sadar, Allah akan memberikan pertolongan-Nya.
“Sabarmu akan terbayar, lelahmu akan hilang, sakitmu akan sembuh, kamu harus ingat, Allah tidak buta,” begitulah Gus Baha memberikan semangat kepada kita semua.*