Home Opini Walau pun Menteri, Peraturan Harus Indahkan Pancasila dan Agama
Walau pun Menteri Peraturan Harus Indahkan Pancasila dan Agama

Walau pun Menteri, Peraturan Harus Indahkan Pancasila dan Agama

by Mas Imam

Energi bangsa ini kembali terkuras untuk terbitnya sebuah peraturan, tepatnya Permendikbud No. 30 tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) di Lingkungan Perguruan Tinggi. Pendek kata, itu dimungkinkan oleh peraturan yang dibuat tidak indahkan Pancasila dan agama. Padahal walau pun menteri harusnya indahkan Pancasila dan agama, bahkan harus yang paling komitmen.

Mengapa demikian? Tidak sulit menjawabnya, karena hampir semua kelompok menolak isi dari Permendikbud itu.

Baca Juga: Islam dan Pancasila, Ini Pandangan Tajam Gus Hamid

Mulai dari MUI, Muhammadiyah, Muslimat Hidayatullah, PPP dan sampai seorang Mardani Ali Sera. Itu yang tampil di halaman pertama google. Tentu lebih banyak yang menolak hal itu.

Apa yang kemudian menjadi substansi mengapa aturan itu ditolak dan minta untuk dicabut, adalah karena ada consent alias persetujuan korban.

“Permendikbudristek No.30 thn 2021 pasal 5 ayat 2 tentang kekerasan seksual memang bermasalah karena tolak ukurnya persetujuan (consent) korban. … Cabut,” kata Cholil dalam akun Twitter pribadinya @cholilnafis, Rabu (10/11) seperti dilansir oleh CNN.

Bisa dibayangkan, ada korban yang setuju atau menyetujui terjadinya tindakan amoral yang menimpa dirinya. Apakah itu masih bisa disebut korban kalau sudah setuju?

Dan, kalau korban setuju atau menyetujui, apakah itu berarti kasus selesai? Bagaimana kalau korban diintimidasi untuk setuju? Dan, yang terpenting, mungkinkah seorang korban setuju dengan kejahatan seseorang terhadap dirinya?

Tidak Memanivestasikan Pancasila

Sekiranya aturan itu ditegakkan dengan spirit memanivestasikan Pancasila maka tidak ada penolakan dari publik, yang memang sangat berperan dalam fungsi kontrol atas kebijakan demi arah masa depan yang tetap bermoral dan beragama.

Pasal 5 ayat 2 huruf b yang mengatur bahwa “memperlihatkan alat kelaminnya dengan sengaja tanpa persetujuan korban”. Frasa itu dapat diubah menjadi “memperlihatkan alat kelaminnya dengan sengaja kepada korban”.

Kalau ada persetujuan berarti terjadi tindakan yang amoral dan itu sudah pasti bertentangan dengan Pancasila, Ketuhanan Yang Maha Esa. Umat Islam punya hak untuk menjaga sila ini hidup dan kuat di dalam norma kehidupan berbangsa dan bernegara, lebih-lebih di dalam lingkungan Perguruan Tinggi.

Seperti dilansir oleh CNN poin itu menurut MUI harus diubah karena semua proses pembuatan media informasi yang bernuansa seksual itu sejak awal tidak pernah disetujui oleh para calon korban.

Selain itu MUI juga mengusulkan agar Pasal 5 ayat 2 huruf g, h, l dan m untuk menghilangkan frasa “tanpa persetujuan korban”. Sebab, kalimat sebelumnya sudah memenuhi unsur-unsur pidana kejahatan atau kekerasan seksual.

Jangan Lengah

Permendikbud ini terlepas dari sengaja atau tidak, yang jelas ini bukan masalah ringan.

Sangat menarik uraian dari Sekjen AILA Indonesia, Nurul Hidayati yang mendorong kita tegas di dalam sikap berbangsa dan bernegara, terutama di kampus perguruan tinggi.

“Model pendidikan seksualitas yang yang tidak mencerminkan jati diri bangsa berlandaskan Pancasila dan UUD 1945 harus ditolak dengan tegas,” tulisnya dalam artikel Paradigma Permendikbud No. 30/2021: Karpet Merah bagi Pendidikan Seksualitas Komprehensif (CSE) yang diterbitkan di hidayatullah.com.

“Jangan sampai aturan yang dibuat justru memberikan karpet merah untuk masuknya ideologi kebebasan seksual yang menyingkirkan nilai-nilai agama dan moralitas Bangsa Indonesia,” tegasnya lebih lanjut.

Baca Lagi: Ide Konstruktif untuk Negara

Terakhir ia menjelaskan bahwa kehancuran sebuah bangsa dimulai dari kehancuran moralitas masyarakatnya.

“Oleh karena itu, perguruan tinggi seharusnya menjadi garda terdepan dalam mengukuhkan nilai-nilai moral bangsa Indonesia yang berketuhanan, di mana Barat tidak pernah bisa menyelesaikan persoalan kejahatan seksual yang menggerogoti generasi mudanya akibat meninggalkan nilai-nilai agama,” tegasnya memungkasi artikelnya.*

Mas Imam Nawawi

Related Posts

Leave a Comment