Home Kisah Virus Penalaran
Virus Penalaran

Virus Penalaran

by Imam Nawawi

Kali ini saya angkat tentang “Virus Penalaran.” Sebenarnya ini adalah kaitan dengan tema yang dalam 3 hari terakhir jadi “amunisi” untuk menggugah kesadaran berpikir kaum muda.

Maklum, dalam Jumat-Ahad, saya keliling Batam hingga Karimun berjumpa anak muda yang sedang kuliah. Ya, mereka mahasiswa yang saya selalu optimis, mereka akan menjadi pemimpin masa depan.

Kepada mereka yang kuliah di STIT Mumtaz Karimun, STIT Hidayatullah Batam dan Institut Agama Islam Abdullah Said, saya sampaikan bahwa penalaran adalah hal yang penting namun banyak anak muda tidak memahami.

Baca Juga: 3 Langkah Menulis Skripsi Jadi Mudah

Penalaran merupakan kerja rasio. Rasio bertugas menarik garis korelasi antara satu “objek” dengan “objek” lainnya untuk sampai pada titik kesimpulan yang valid.

Melalui cara itu seseorang yang bernalar akan mudah mengambil kesimpulan atau bahkan keputusan secara jernih.

Konteks dan Logika

Penalaran semakin mudah kita lakukan kalau memahami konteks dan menempatkan logika secara tepat.

Misalnya, dahulu saya pernah bertemu orang yang mengatakan bahwa kebenaran dari titik nol.

Bagi saya ungkapan itu problematis secara logika dan tidak memiliki konteks sama sekali.

Coba gugat dengan beberapa pertanyaan ini. “Siapa nama yang mengatakan bahwa kebenaran dari titik nol?”

“Lahir di mana, siapa ayah dan ibunya, apa yang telah ia buat untuk kehidupan umat manusia?”

Pasti orang yang selama ini berpikir bahwa kebenaran dari titik nol akan kesulitan menemukan jawaban. Itu karena memang kalimat itu keluar dari kerangka konteks sekaligus logika itu sendiri.

Bandingkan dengan sosok Nabi Muhammad SAW, yang sejak dalam kandungan sampai wafat, terekam dengan baik. Bahkan bagaimana Nabi SAW bersama istri, dalam kamar, kamar mandi dan sebagainya.

Jadi, mulailah mengaktifkan penalaran dengan banyak berpikir rasional yang mengarah pada penguatan iman dan takwa.

Jangan mudah “silau” dengan kalimat yang seakan-akan rasional, tapi sebenarnya itu berdiri di atas kelemahan logika dan ketiadaan konteks.

Iqra’ Bismirabbik

Cara menghidupkan kemampuan bernalar yang baik adalah dengan menyimak, memerhatikan dan menggali kandungan ayat-ayat Alquran.

Terlebih perintah Allah yang pertama kepada Nabi SAW adalah tentang membaca dengan nama Tuhan.

Sekarang coba terapkan. Misalnya, ingin tahu apakah Tuhan itu punya anak, laki-laki dan sebagainya?

Tuhan dalam Surah Al-Alaq ayat 1 sampai ayat 5 mengenalkan dirinya sebagai pencipta. Menciptakan manusia dari segumpal darah. Karena itu membacalah dengan nama Tuhan yang Mulia lagi Maha Mengetahui.

Jadi, bertanya tentang Tuhan dengan konteks “kemanusiaan” amatlah salah dan lemah secara logika.

Tuhan, yakni Allah SWT tidak bisa kita nalar dengan bayangan dan dugaan pemahaman. Tetapi harus benar-benar merujuk pada firman-Nya.

Baca Lagi: Dakwah di Atas Kapal

Tentu saja tema ini masih cukup berat untuk mahasiswa, terutama yang masih semester 1, 3 bahkan mungkin semester 5.

Tetapi bagaimanapun ini adalah tema mendasar, yang idealnya setiap mahasiswa memahami dan memilikinya sebagai skill berpikir dalam kehidupan sehari-hari.*

Mas Imam Nawawi

Related Posts

Leave a Comment