Home Hikmah Ujian Terberat Pemimpin
Ujian Terberat Pemimpin

Ujian Terberat Pemimpin

by Mas Imam

Lagi ramai, ya, isu presiden tiga periode atau pemilu di 2024 diundur hingga masa tiga tahun? Hal ini tentu saja menuai kontroversi. Namun secara hakikat justru disitulah ujian terberat pemimpin.

Memimpin itu artinya menunaikan amanah berupa tanggungjawab di dalam memelihara dan menjadikan keadaan lebih baik.

Sebagai contoh, seorang suami sekaligus ayah, ia adalah pemimpin keluarga. Apakah istri dan anaknya menjadi baik, itu sepenuhnya tanggungjawab seorang ayah.

Baca Lagi: Apa Gunanya Bahas Taliban?

Dalam skala yang lebih luas, Bupati sampai Presiden itu juga punya tugas memimpin, yang artinya bertanggungjawab dalam semua sisi kehidupan masyarakat atau rakyat yang dipimpinnya.

Ketika keadilan, kemakmuran, dan kemajuan bisa dicapai oleh masyarakat dalam segala sisi kehidupan, maka pemimpin bisa dikatakan baik di dalam menjalankan amanah dan menunaikan amanah yang diembannya.

Tidak Nyaman

Ketika amanah kepemimpinan dipandang seperti itu, maka jelas amanah ini bukanlah suatu kesempatan yang mudah dan ringan apalagi menjadikan diri hanya berleha-leha menikmati kenyamanan.

Konkretnya kita bisa belajar pada Umar bin Khathab ra. Sejak memimpin ia tidak pernah tidur lama apalagi sampai lelap betul.

Siang dipakai menunaikan amanah sebagai pelayan umat. Malam hari gerilya memastikan tak ada umatnya yang hidup dalam kelaparan dan kesulitan.

Jelas itu tidak mudah. Oleh karena itu ia berpesan kepada anak-anaknya agar jangan tertarik untuk mengambil amanah sebagai pemimpin.

Menjelang wafatnya, usai ditikam seorang budak Persia, Umar disarankan agar mengangkat putranya, Abdullah bin Umar sebagai penerusnya.

Umar menjawab, “Tidak ada kaum keturunan Al-Khathab hendak mengambil pangkat khalifah ini untuk mereka. Abdullah tidak akan turut mengambil pangkat ini.”

Beberapa saat kemudian memandangi wajah putranya, “Anakku Abdullah, sekali-kali jangan, sekali-kali jangan engkau mengingat-ingat hendak mengambil jabatan ini.”

Mengapa Umar demikian, tidak lain karena memimpin itu berat. Pertanggungjawabannya tidak saja di dunia tetapi juga di akhirat.

Pelajaran Sejarah

Kembali ke ruang kenegaraan kita, Indonesia. Sejarah telah memberikan sajian perjalanan kepemimpinan dua orang penting dan berpengaruh di negeri ini, yakni Soekarno dan Soeharto.

Soekarno memimpin dengan kecerdasannya yang di atas rata-rata. Tetapi, ujian terberatnya bukan pada intelektualnya, tetapi mentalitas dan visi besarnya terhadap bangsa ini.

Ketika Soekarno sangat ingin tahta presiden terus di genggamannya, maka tidak lama ia jatuh dari kursi kepresidenan.

Demikian pula halnya dengan Soeharto, sosok yang penuh wibawa dan memimpin negeri ini lebih dari tiga dekade lamanya.

Namun, kala diri tidak segera sadar bahwa amanah ini tidak seharusnya digenggam terus menerus, ia pun dijatuhkan pada 1998 dan selesailah riwayat kepemimpinannya.

Kalau kita mau tarik lagi ke ruang sejarah yang lebih jauh, Fir’aun juga sama. Penguasa hebat dan terus menerus menjadi raja.

Baca Juga: Benarkah Banyak Politisi yang Miskin Nilai?

Tetapi begitu dia ingin kekuasaan itu terus dipertahankan dan menganggap Musa sang pembawa risalah sebagai gangguan, maka ia pun tenggelam di tengah lautan, justru ketika ia merasa sangat percaya diri bisa menangkap Musa dan menyiksanya.

Jadi, kalau ada di masa seperti sekarang orang ingin terus menerus berkuasa, maka itu sama saja dengan ia sedang menyiapkan jalan buruk di akhir masa kepemimpinannya. Bahkan boleh jadi ia akan jatuh dengan cara yang tak terduga dan teramat amat menyakitkan.

Silakan jadi renungan. Kata orang, sejarah (akan) selalu berulang.*

Mas Imam Nawawi

Related Posts

Leave a Comment