Sore ini saya hanya berdua. Ya berdua dengan device saya yang dulu sering saya sebut cangkul. Cuma cangkul ini bisa terbang, membawaku ke berbagai alam pemikiran. Nah, beberapa saat lalu saya sampai di stasiun yang membahas “The Dark Side of Competition in AI.” Kesimpulannya menarik, jangan benci pemain dalam bisnis AI tapi ubahlah permainannya.
“So don’t hate the players, change the game,” itulah ungkapan dari Liv Boeree saat jadi narasumber dalam TEDx. Ia adalah wanita kelahiran 18 Juli 1984), sosok pemain poker profesional dari Inggris. Dia adalah pemenang World Series of Poker dan 2010 European Poker Tour, dan hanya satu-satunya wanita yang memegang dua gelar tersebut sekaligus dalam sejarah.
Baca Lagi: Indonesia yang Kian Memburuk
Jangan teralihkan dengan masa lalu Boeree, jelas bermain apapun yang ada unsur taruhan tidak patut kita lakukan. Tetapi mari kita gali ungkapannya itu.
Demokrasi
Ungkapan Boeree itu membuatku langsung melihat sistem demokrasi di Indonesia. Mau jadi DPRD Kabupaten saja minimal harus punya 3 miliar. Untuk maju DPRD Provinsi minimal 15 miliar. Dan, maju DPR RI setidaknya puluhan miliar. Pertanyaannya, siapa yang membentuk sistem itu?
Sebab siapapun politisinya, baik atau tidak baik sisi religiusitasnya, kalau maju ke ranah politik praktis harus punya modal kapital yang tebal. Lalu, ketika orang-orang yang berkompetisi itu menang dan semakin kaya, sebagian tertangkap KPK kita mengatakan mereka buruk, tidak membela rakyat.
Bagaimana mereka bisa berpikir rakyat dengan jernih, ketika nama rakyat mereka ucapkan dengan syarat modal kapital yang begitu besar? Jadi, kita seperti kata Boeree, akhirnya membenci politisi, tapi kita tidak pernah periksa, mengapa sistem demokrasinya seperti itu.
Tragisnya, dalam sistem demokrasi yang seperti itu, kita tetap menyalakan harapan akan lahir pemimpin yang adil dan bijaksana. Yang terjadi adalah hadir pemimpin yang pandai bajak sana dan bajak sini. Ini sebagian realita. Kita tidak perlu emosi, karena ini bagian untuk kita introspeksi. Mengapa sistem demokrasi di negeri ini, seperti begini?
Ubah
Melihat realitas seperti itu tidak ada jalan lain, kecuali segera melakukan perubahan. Pertama, perubahan pola pikir. Bahwa demokrasi di Indonesia harus benar-benar mampu menghasilkan pemimpin yang bagus; mulai akhlak, koneksi, hingga kecakapan dalam membuat kebijakan.
Baca Juga: Menakar Etika dalam Demokrasi, Benarkah Telah Buyar?
Partai politik sebagai pilar demokrasi juga mesti mendasari kegiatan politik praktisnya dengan nilai-nilai tinggi dalam kita bernegara. Pancasila dan UUD 45 mesti hadir menjiwai cara berpikir segenap kader partai politik.
Dan, sistem pemilu harus kita ubah menjadi lebih memadai untuk menghadirkan pemimpin yang punya nilai, tanggung jawab. Bukan menjadi budak yang bertugas mengeruk kekayaan negara demi kepuasan segelintir orang di dalam tubuh partai politik.
Tetapi ini hanya sebuah imajinasi tentang demokrasi masa depan. Apakah akan jadi kenyataan? Kembali kepada ucapan Liv Boeree. Apakah kita mau mengutuk politisi sekarang secara terus menerus. Atau kita mulai berpikir untuk mengubah cara alias sistem bermain politisi dalam berdemokrasi.*