Sekali waktu, pada momen tertentu, telinga kita tak perlu dibuka lebar-lebar. Terutama kala ada lisan yang melemparkan kalimat-kalimat buruk yang tak membangun. Lebih-lebih kalau merusak tatanan kemajuan yang selama ini telah diperjuangkan. Ya, tutup telinga dari perkataan buruk, itu pilihan tepat.
“Berhenti membuka telinga lebar-lebar untuk omongan yang membuat kita jatuh,” itu ungkapan Ilham Maulana dalam bukunya “Seni Bersabar dan Bersyukur.”
Seperti rumah, telinga kita bak pintu dan jendela. Kalau kita buka untuk semua hal, maka sampah dan penyakit pun bisa masuk ke dalam. Maka saringlah, sehingga kodok, ular, kalajengking atau binatang mematikan tak masuk ke dalam rumah.
Jendela dan pintu tetap perlu kita buka, tapi untuk udara, oksigen dan cahaya matahari. Terhadap semua yang baik, jendela dan pintu rumah mesti kita buka.
Pemberian Penting
Pendengaran dalam hal ini telinga kita adalah pemberian penting dari Allah. Melalui Alquran kita temukan bahwa Allah sengaja memberikan kita pendengaran dan penglihatan.
Allah melahirkan manusia ke bumi tanpa ilmu, tidak tahu apa-apa, bahkan sangat lemah tak berdaya. Dan, melalui pendengaran dan penglihatan hendaknya setiap jiwa tumbuh dengan pemahaman yang kokoh akan iman dan amal shaleh.
Baca Lagi: Apakah Organisasi Anda Sehat?
Secara spesifik, Allah ingin dengan pendengaran kita, kita menjadi hamba yang bersyukur (lihat QS. An-Nahl: 78).
Tetapi kebanyakan orang sulit bersyukur. Pendengarannya lebih banyak menerima hal-hal yang tak mendukung fitrahnya tumbuh. Akibatnya jelas, Alquran dan hadits tidak jadi panduan. Pendengaran lebih percaya bahkan tersungkur terhadap realitas keduniawian yang fana.
Oleh karena itu, pendengaran dan penglihatan akan menjadi bagian utama yang Allah minta kepada setiap orang pertanggungjawabannya. Apa yang banyak kita dengar? Mengapa percaya kepada yang kita dengar, sementara itu bukan wahyu, bukan teladan Nabi. Begitu kira-kira mengapa pendengaran ini sangat-sangat utama.
Saluran
Pendengaran dalam realitasnya seperti saluran. Apa yang akan masuk ke dalam hati juga bergantung pada apa yang telinga dengar.
Baca Lagi: Bicara Politik
Ketika dalam saluran itu mengalir air yang kotor, maka telinga kita baru saja memasukkan ucapan buruk orang. Dan, kondisi itu pasti akan mengganggu kejernihan hati. Akibatnya orang menjadi gelisah dan kadang tak tentu arah.
Saran dari para filsuf kuno sederhana. Kita timbang dengan cermat. Pendengaran dan hati kita ada dalam kendali kita. Ucapan dan tindakan orang lain tidak termasuk dalam kendali diri sendiri. Maka, apapun yang tak bisa kita kendalikan adalah hal yang tak perlu kita risaukan.
Sebab hal yang paling penting kita lakukan bukan bagaimana orang berbicara dan berkata-kata. Tetapi apa respon kita terhadap kata-kata orang lain. Kalau kita baper (bawa perasaan lalu emosional) maka kita sendiri yang salah, kenapa “sampah” kita ambil, kita olah dan kita pikirkan.
Sebuah ungkapan menyebutkan bahwa pikiran kita mempengaruhi perasaan kita, lalu mempengaruhi tindakan kita. Dan, sadarlah, catat baik-baik, tindakan kita itulah yang akan mempengaruhi hasil yang akan kita peroleh. Lalu dari mana pikiran itu terbentuk? Ya, dari penglihatan dan pendengaran kita sendiri.*