Kalimat “Tuhan begitu mesra dengan kita” lahir dari sebuah renunganku tentang Idul Adha.
Mengapa Allah, Rabb seluruh alam, memberikan ujian yang sangat berat dan tampak irasional kepada kekasih-Nya, Nabi Ibrahim as.
Mengapa Allah tidak meminta harta, jiwa atau kehidupan Nabi Ibrahim. Allah justru meminta Nabi Ibrahim mengorbankan putranya, Nabi Ismail as.
Ternyata anak memang mahkota seluruh ayah, belahan jiwa yang tak rela jauh apalagi terpisah.
Orang rela pergi pagi pulang malam mencari nafkah demi anak. Apalagi anak yang lama hadir setelah pernikahan.
Dan, kalau kita dalami, memang tidak ada ujian terberat melebihi hal-hal yang menimpa seorang anak. Ayah mana yang mampu melihat anaknya hidup kesakitan, apalagi menderita.
Sedangkan Nabi Ibrahim oleh Allah disuruh menyembelih putranya. Ayah yang mana yang mampu melakukan itu?
Baca Juga: Idul Adha dan Kebahagiaan Hidup
Tetapi Allah Maha Mesra. Dia selalu ingin hati manusia lekat, benar dalam garis iman. Selalu ingat, penuh harap dan bersandar hanya kepada-Nya.
Kemurnian
Dalam kata yang lain, ibadah kurban, bukan semata ritual. Ini ada pesan mendalam bahwa seorang manusia tak boleh melupakan Allah hanya karena urusan anak, termasuk dalam mendidik anak dengan bijak.
Anak patut kita bela
Karena anak begitu istimewa
Tapi jiwa tak boleh lena
Allah-lah pemberi kita putri dan putra
Kemurnian tauhid harus menjulang tinggi, menghujam tajam ke dalam bumi.
Dan, ini juga memberikan tanda bahwa tugas utama seorang ayah adalah mendidik putranya mampu menjadi orang yang kokoh tauhidnya.
Seperti ucapan Nabi Ismail kala Nabi Ibrahim meminta pendapat perihal perintah Allah untuk menyembelihnya. “Lakukan ayah, insha Allah engkau akan mendapatiku orang yang sabar”.
Dalam skala yang lebih kecil, ayah dan anak memang harus terjadi dialog. Tidak boleh diam-diaman. Apalagi jarang bertemu fisik, kemudian juga renggang jiwa bercakap-cakap.
Kemudian atas nama agama, seorang ayah main vonis, bertindak secara otoriter, yang mana anak tak diberi ruang untuk berpikir apalagi berpendapat.
Kurban
Dalam renungan yang seperti itu tampak sekali bahwa ibadah kurban adalah tentang cinta, kemurnian dan ketulusan menghamba kepada Allah.
Berikan sedikit dari hartamu. Harta yang banyak orang anggap adalah miliknya. Padahal harta itu dari Allah.
Manusia hanya menjalani ujian, termasuk soal harta. Kala Allah meminta sebagian kecil harta kita, yang menyala dalam dada itu iman atau eman (rasa sayang sekali melepas).
Baca Lagi: Islam dan Gerak Ekonomi Indonesia
Dan, agar nalar ini semakin bisa mencerna bahwa kurban itu perlu, Rasulullah SAW menegaskan bahwa amal terbaik pada Hari Raya Idul Adha adalah menyembelih hewan kurban.
Lalu Rasulullah juga memberi peringatan mendalam. “Siapa punya kelapangan (rezeki) tetapi tidak mau berkurban. Jangan dekati tempat shalat kami.”
Artinya, umat Islam jangan gagal nalar. Berkurban itu baik dan terbaik di mata Allah. Bagaimana seseorang masih berharap kebaikan yang terbaik, kalau petunjuk dari Allah ia sia-siakan.
Saat Tuhan memberi tuntunan
Hati ini seperti mendapat nutrisi makanan
Jangan salah, akalmu bisa terlenakan keadaan dan perasaan
Hidup baik dan indah artinya tak membiarkan hati kelaparan
Mau petunjuk siapa yang akan kita ambil jika bukan petunjuk Allah?
Demikianlah semestinya akal bekerja, menguatkan hati di dalam dada agar iman tak pernah padam.*