Sekalipun tubuh tidak begitu fit, saya selalu berusaha mengisi anugerah Allah berupa waktu dengan menulis. Kali ini saya membaca sebuah buku yang menjelaskan bahwa kejahatan juga bertransformasi.
Buku itu karya dari M. Ali Zaidan dengan judul “Kebijakan Kriminal.”
Buku itu mengungkap pandangan Soedarto bahwa awalnya kejahatan “pokok” adalah sumbang (inces) dan sihir (witchraft).
Kemudian bertransformasi ke key offences yaitu pembunuhan atau pencurian.
Kemudian belakangan kejahatan serius adalah perbuatan yang berkaitan dengan peraturan lalu lintas yang mendatangkan kerugian tidak sedikit pada jiwa dan harta benda manusia.
Bahkan itu terus bergeser, sekarang kejahatan yang mengarah pada lingkungan hidup, baik yang pelakunya perseorangan atau pun kelompok (korporasi).
Kita lihat sekarang bagaimana rakyat merasakan semua kerugian. Kerugian paling besar muncul dari hadirnya “peraturan” yang seringkali jauh dari keikhlasan dan ketulusan.
Kejahatan memang akan selalu ada. “Cirme is eternal-as eternal as society” yang artinya kejahatan adalah abadi sebagaimana abadinya masyarakat.
OLeh karena itu iman menjadi penting bagi pembangunan yang sesungguhnya. Karena iman menjauhkan manusia dari keserakahan dan kejahatan.
Cara Memahami Kebahagiaan
Sebagian besar manusia memandang bahwa hidup akan bahagia jika memiliki kekayaan materi yang melimpah. Pandangan ini menjadikan manusia berlomba mendapatkan jabatan, harta dan kekayaan.
Islam hadir untuk memberikan petunjuk kepada manusia bahwa sumber kebahagiaan bukan dari limpahan materi, tetapi tingkat iman dan taqwanya kepada Allah.
Oleh karena itu Islam memerintahkan orang yang beriman memiliki kekayaan yang bisa membahagiakan sesama. Tentu saja harus menjadi amal dalam bentuk infaq, sedekah, zakat dan wakaf.
Baca juga: Maafkan BNPT Mari Melangkah Maju
Artinya, Islam tidak menghendaki orang beriman dan dia memiliki harta kekayaan melainkan ia harus hadir sebagai agen pembangunan masyarakat yang berkesnimambungan.
Jika tidak, maka kelimpahan materi itu hanya akan jadi kuburan bagi jiwa manusia, karena mereka gagal menjadikan jiwanya hidup dan menghidupkan jiwa orang-orang yang membutuhkan.
Seperti Qarun dan Firaun, dimana kekuasaan dan kekayaan menjadikan mereka buta dan tuli terhadap kebenaran. Orang seperti itu hidupnya adalah kematian bagi jiwanya. Ruhaninya telah tiada saat jasadnya masih bisa menikmati beragam karunia Tuhan dalam kehidupan.
Akhir dari Kejahatan
Kejahatan yang dilakukan manusia apa pun bentuknya ujung dan pangkalnya sama, memuaskan hawa nafsu. Sedangkan hawa nafsu tidak pernah kenal dengan kata puas.
Alquran telah memberikan fakta sejarah perihal bagaimana akhir hidup dari orang-orang yang jahat, yang memandang murah nyawa orang lain dan menjadikan rakyat sebagai objek penderitaan.
Mereka benar-benar mati dalam keadaan yang hina dan dihinakan oleh Tuhan. Sebagai insan berakal, mestinya kita menjadikan itu semua sebagai pembelajaran.
Baca juga: Menumbuhkan Etos Kerja
Penting diingat bahwa hidup manusia bukan soal materi dan jasad belaka, tetapi juga tentang jiwa, akal, nilai, dan kemuliaan.
Kebahagiaan jiwa ada pada ketenteraman. Menurut Al-Attas, tenteram berarti hadirnya perasaan aman, damai dan sentosa, baik lahir maupun batin, bebas dari segala yang menyusahkan.
Dan, sekarang mari kita lihat, apakah ada ketenteraman bersama kejahatan? Lantas apakah mungkin kejahatan mendatangkan kebahagiaan?
Tetapi mengapa masih ada yang memandang kejahatan adalah jalan hidup bahagia dengan menjadikan segala kemampuan yang Allah titipkan hanya untuk menghimpun kuasa dan kekayaan?*
Mas Imam Nawawi – Ketua Pemuda Hidayatullah