Istilah “text book thinking” berasal dari proklamator Indonesia, Ir. Soekarno.
Menurut Buya Hamka dalam “Pribadi Hebat” itu karena Bung Karno melihat fenomena banyak orang cerdas hanya mampu menjadi follower dari pendapat orang yang ada dalam tulisan.
Baca Juga: Kamu Tidak Pernah Kalah
Orang seperti itu adalah budak dari buku. “Pikirannya hanya terpaku pada apa yang tertulis di buku,” tegas Buya Hamka.
Berani Berpendapat
Seharusnya bangsa Indonesia mampu dan mau berpendapat atas pemahaman, ilmu dan pandangannya sendiri, terutama dalam menjawab problem kebangsaan.
“Menurut Bung Karno, selama kaum sarjana atau cendekiawan masih belum berani mengatakan ‘pendapatku adalah seperti ini’ dan masih saja berkata ‘menurut profesor itu dalam bukunya yang berjudul itu,’ belumlah sarjana atau cendekiawan dapat memelopori kebebasan dan kemerdekaan pikiran bangsanya,” urai Buya Hamka.
Hal ini karena kemerddekaan berpikir dan keberanian mengeluarkan pendapat merupakan jati diri seseorang secara hakiki yang sebenarnya bahwa dirinya benar-benar merdeka.
Pernah saya mendengar bagaimana Bung Karno berpidato di hadapan BPUPKI. Bahwa untuk sebuah bangsa merdeka tidak perlu hal-hal rumit, cukup ada rakyat, pemerintah dan pengakuan negara-negara lain.
Oleh karena itu selepas Proklamasi Kemerdekaan RI, Indonesia aktif mengirimkan delegasi ke berbagai negara untuk mendapat pengakuan kemerdekaan.
Perbandingan
Lalu apakah membaca pikiran orang lain tidak perlu. Tentu saja tidak demikian.
Buya Hamka mengatakan, “Selamilah sedalam-dalamnya pikiran orang lain dalam buku orang lain agar kita dapat membandingkan dan mencari tahu siapa diri kita. ‘Telan’ buku-buku yang banyak, lalu jadikan pupuk untuk menyuburkan diri sendiri dengan pendapat sendiri.”
Baca Lagi: Langkah Membaca untuk Memahami
Jadi, mulailah untuk sungguh-sungguh membaca, mendalami banyak pikiran tokoh dan orang penuh karya, lalu jadikan itu sebagai pondasi untuk berani mengemukakan pendapat sendiri.
Sekarang kalau kita bertanya, apa pendapat pemimpin Indonesia tentang masalah dunia, apakah ada dan menjadi rujukan masyarakat global. Pada tahap ini, anak muda harus banyak mempersiapkan diri.*