Alquran menyebutkan bahwa ada obat (syifa), petunjuk dan penjelasan bagi orang yang beriman dan bertakwa. Simpelnya, apa masalah hidup seseorang jawabannya ada dalam Alquran. Jadi, kenapa tidak melakukan terapi dengan Alquran?
Jika mengamati fenomena sosial, mengapa orang melakukan kejahatan bahkan tindakan ekstrim seperti bunuh diri. Tidak lain karena mereka merasa tidak ada jalan untuk menjadi bahagia.
Padahal, bahagia itu kondisi hati. Hati sangat butuh dengan sinar iman, sebagaimana tanamanan yang memerlukan sinar matahari.
Baca Juga: Alquran dan Jejak Digital
Artinya, semakin seseorang hatinya jarang tersinari iman, dengan membaca, memahami dan menggali makna Alquran, seperti tanaman yang tak dapat sinar matahari, kematiannya tinggal menghitung hari.
Jawaban Atas Kesedihan
Saat seseorang mengalami duka, entah karena cita-cita yang tidak terwujud. Harapan yang jauh dari kenyataan, ia akan terseret pada kondisi major depressive disorder.
Yakni kondisi kesehatan mental seseorang yang terus menurun karena perasaan sedih dan putus asa terus-menerus.
Selamanya ia akan terus berada dalam kubangan kesedihan. Menjadi malas makan, susah tidur dan merasa hidup yang ada benar-benar tidak membahagiakan.
Oleh karena itu penting memahami apa yang sebenarnya terjadi.
Nah, Alquran memberikan jawaban itu secara langsung.
“Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauhul Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.” (QS. Al-Hadid: 22).
Jadi, apa pun yang telah terjadi, terutama yang membuat jiwa manusia bersedih, sejatinya telah Allah tetapkan.
Ayat tersebut membendung nalar kita memasuki gerbang yang mengantarkan diri berpikir seandainya, kalau saja, dan seterusnya. Terima kenyataan, titik.
Tenang
Kalau kita perhatikan, Alquran memberikan tanda atau ciri orang beriman itu hatinya tenang.
Apakah bisa hati tenang jika kondisi hidup secara materi tidak mencukupi?
Sebaliknya, bisa kita ajukan pertanyaan. Apakah pasti orang yang materinya banyak, pasti hidup bahagia?
Bahagia, ketenangan, murni datang dari Allah. Dan, Allah hadirkan ke dalam hati yang teguh keimanannya.
Mengapa manusia menghadapi ujian, cobaan, bahkan musibah?
Tidak lain agar sadar bahwa yang kuasa dalam hidup ini hanya Allah.
“Kami jelaskan yang demikian itu) supaya kamu jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu, dan supaya kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri.” (QS. Al-Hadid: 23).
Penerapan
Belajar implementasi akan ayat tersebut bisa kita amati sikap yang menjadi pilihan Nabi Ya’qub as ketika melihat dengan nyata kebohongan dari kakak-kakak Yusuf, dengan merekayasa kedustaan.
Baca Lagi: Coldplay, Ekonomi dan Suara Ulama
“Mereka datang membawa baju gamisnya (yang berlumuran) dengan darah palsu. Ya’qub berkata: “Sebenarnya dirimu sendirilah yang memandang baik perbuatan (yang buruk) itu; maka kesabaran yang baik itulah (kesabaranku). Dan Allah sajalah yang dimohon pertolonganNya terhadap apa yang kamu ceritakan.” (QS. Yusuf: 18).
Nabi Sulaiman as juga memberikan teladan terbaik, bagaimana mengambil sikap ketika mendapat nikmat yang benar-benar besar.
“Hingga ketika sampai di lembah semut, ratu semut berkata, “Wahai para semut, masuklah ke dalam sarangmu agar kamu tidak diinjak oleh Sulaiman dan bala tentaranya, sedangkan mereka tidak menyadarinya.”
Dia (Sulaiman) tersenyum seraya tertawa karena (mendengar) perkataan semut itu. Dia berdoa, “Ya Tuhanku, anugerahkanlah aku (ilham dan kemampuan) untuk tetap mensyukuri nikmat-Mu yang telah Engkau anugerahkan kepadaku dan kepada kedua orang tuaku dan untuk tetap mengerjakan kebajikan yang Engkau ridhoi. (Aku memohon pula) masukkanlah aku dengan rahmat-Mu ke dalam golongan hamba-hamba-Mu yang saleh.” (QS. An-Naml: 18-19).*