Home Artikel Terampil Menjadi Pribadi yang Memimpin, Caranya?
Memimpin

Terampil Menjadi Pribadi yang Memimpin, Caranya?

by Imam Nawawi

Setiap orang ingin hidupnya terarah. Tapi arah tak datang sendiri. Ia harus kita pilih. Lalu kita jaga, dan kita pimpin. Itu semua butuh jiwa yang terampil dalam memimpin. Seperti apa strateginya?

Memimpin diri sendiri mungkin terdengar sederhana, tapi justru inilah tantangan paling berat. Karena lawan terkuat bukan orang lain, melainkan diri sendiri yang enggan diatur.

Tulisan ini bukan sekadar pengingat, tapi cermin. Tentang mengapa kita perlu jadi pemimpin, bahkan sebelum kita memimpin siapa pun. Karena orang besar bukan yang punya banyak pengikut, tapi yang tahu ke mana dirinya sedang berjalan.

Mengapa Memimpin Diri Sendiri itu Penting?

Seorang pemimpin adalah sosok yang layak untuk orang lain ikuti. Itu artinya kalau kita mampu memimpin diri sendiri, maka kita akan punya aura kepemimpinan.

Tapi perlu saya tegaskan, memimpin tidak sama dengan menjabat.

Pada era dinasti Tang mencapai masa keemasan, Li Longji tampil sebagai pemimpin tertinggi. Situasi damai dan pertanian yang melimpah membuatnya abai dalam memimpin dirinya sendiri.

Dalam buku Sunzi’s Art of War kita temukan cerita, Li Longji selalu menghabiskan malam-malam bersama selir. Ia bahkan tak mau lagi melihat urusan-urusan politik dan militer.

Lalu apa yang terjadi? Muncullah pemimpin jahat, yang itu adalah menterinya sendiri: Li Linpu dan Yang Guozhong. Dampaknya jelas, militer lemah. Koordinasi pemerintahan pincang.

Pemandangan paling nyata, semangat militer jatuh dan para tentara senang bermalas-malasan. Akibatnya pemberontakan terjadi di mana-mana.

Demikian buruknya ketika seorang pemimpin gagal dalam mengendalikan diri. Terjebak pada kenikmatan semu dan hanya berpikiran soal kesenangan pribadi.

Ketika Hasrat Lebih Didengar daripada Akal

Seseorang yang tak mampu memimpin dirinya akan lebih sering mengikuti suara dalam kepala yang paling ribut, bukan yang paling bijak.

Orang semacam ini mudah sekali berubah arah. Hari ini ingin bekerja keras, esoknya tergoda menunda-nunda. Hari ini merasa ingin berbuat baik, besoknya memilih diam karena malas repot.

Inginnya membawa perubahan, tapi membuat keputusan tanpa kemauan membaca yang mendalam. Kebijakan dasarnya selalu soal like dan dislike.

Akibatnya mimpinya maju tapi langkahnya menghancurkan yang ada. Seiring waktu bukan impian yang terwujud, tapi kehancuran yang jadi kenyataan.

Itu seperti kapal tanpa nakhoda. Boleh saja punya mesin canggih dan layar lebar, tapi tetap saja hanyut bila arah tidak dijaga.

Banyak orang cerdas tumbang bukan karena bodoh, tapi karena terlalu jinak pada keinginannya sendiri.

Tidak semua rasa ingin harus kita ikuti. Karena yang membuat kita kuat bukan kecepatan meraih sesuatu, tapi kedewasaan mengatur langkah.

Kelelahan yang Bukan dari Aktivitas, Tapi dari Kekacauan Batin

Ada orang yang bangun pagi tapi tetap merasa lesu. Bukan karena tubuhnya kurang tidur, tapi karena pikirannya berantakan. Ia gagal memimpin pikirannya untuk fokus. Ia tidak berhasil memimpin hatinya untuk tenang.

Kondisi ini seperti rumah besar yang lampunya padam semua. Ia berdiri megah, tapi kosong, dingin, dan menakutkan.

Faktanya, banyak anak muda hari ini merasa lelah padahal tak banyak bergerak. Penyebabnya bukan fisik, melainkan mental yang terlalu sibuk melayani hal-hal yang tak penting: perbandingan sosial, keinginan instan, dan harapan-harapan palsu.

Dan itulah mengapa memimpin diri sendiri penting. Karena kalau diri saja tak bisa diatur, bagaimana mungkin hidup bisa diarahkan?

Kepemimpinan Sejati

Tak ada gunanya memimpin ribuan orang jika diri sendiri masih tersesat.

Kepemimpinan sejati dimulai saat kita berani mengatakan “cukup” pada hawa nafsu, dan “ayo” pada hal-hal yang perlu dijalankan meski berat.

Ingatlah sosok Umar bin Abdul Aziz. Stop kemewahan sesaat setelah ia resmi menjadi khalifah.

Siapapun akan bisa jatuh seperti Li Longji jika tak awas. Tapi kita juga bisa bangkit kapan saja, jika mulai memimpin diri sendiri hari ini.

Beruntunglah mereka yang menyadari perkara ini dan bersedia bercermin. Karena saat banyak orang sibuk mengatur dunia, kita memilih mengatur diri lebih dulu. Dan itulah awal dari perubahan besar. Yang sebenarnya bisa kita mulai dari detik ini.*

Mas Imam Nawawi

Related Posts

Leave a Comment