Tidak dapat dipungkiri, banyak orang hari ini hidup dalam kecemasan, ketakutan bahkan ketidakbahagiaan. Badai panjang bernama pandemi mengubah semuanya, bahkan merampas sebagian kehidupan banyak orang. Namun, kita harus tawakkal, tenang dan berbahagia.
Tawakkal artinya memahami secara keilmuan perihal apa yang ditempuh dalam hidup ini untuk memastikan secara ikhtiar kemungkinan buruk tidak terjadi, kemudian berserah diri kepada Allah Ta’ala.
Baca Juga: Jangan Cancel Doamu
Perihal ini ada contoh konkret dari Nabi Muhammad SAW yang tersaji dalam bentuk kisah singkat namun kaya akan pelajaran.
Penjelasan Nabi
Suatu waktu ada seorang sahabat datang ke masjid dengan mengendarai unta. Sahabat itu langsung masuk ke masjid tanpa mengikat terlebih dahulu unta miliknya.
Melihat itu, Rasulullah SAW bertanya. “Mengapa kamu tidak ikat unta itu?”
Sahabat itu berkata, “Aku bertawakkal kepada Allah.”
Nabi kemudian menjelaskan, bahwa langkah itu salah, bukan itu yang dimaksud tawakkal.
Tawakkal adalah seseorang mengikat untanya, kemudian ia masuk ke dalam masjid.
Tawakkal Harus dengan Ilmu Pengetahuan
Kata Gus Hamid di dalam agenda Malam Jumat MIUMI di Youtube AQL Center (29/7) malam, tawakkal harus dilandasi ilmu pengetahuan.
Mengikat unta itu adalah mengikuti Sunnatullah, mengikuti ahkam ijtima’iyah. Kalau seseorang tidak mengindahkan ini, akibat buruk bisa saja terjadi. Entah untanya pergi sendiri atau dibawa lari pencuri.
Dalam kata yang lain, apabila unta sahabat itu hilang dan sebelumnya tidak diikat, maka itu adalah kelalaian, bukan ketawakkalan.
Tawakkal hendaknya mengikat lebih dahulu, baru berserah diri kepada-Nya.
Sama halnya kala menghadapi pandemi ini, usaha memahami secara detail tentang virus kemudian mencegah diri terkena adalah bagian dari tawakkal.
“Bertawakkal dengan memahami ilmu pengetahuan dengan bertawakkal tanpa memahami, akan lebih baik dengan bertawakkal dengan ilmu pengetahuan,” tegasnya.
Pesan Gus Hamid Tenang dan Berbahagialah
Usai tawakkal, langkah selanjutnya adalah tenang, yakni bahwa semua ada di dalam genggaman “tangan” Allah.
Tenang bisa diraih dengan berdzikir. Hanya dengan berdzikir hati menjadi tenang.
Gus Hamid pun mengutip pendapat seorang ulama, Ibn Qayyim yang berkata, “Sesungguhnya hati tidak akan merasakan ketenangan, melainkan jika pemiliknya berhubungan dengan Allah Ta’ala.”
Baca Juga: Hati Tenang Seperti Daun Indah
Dzikir terjemahannya memang mengingat. Tetapi makna mendalamnya bukan sebatas mengingat Allah begitu saja, tetapi dengan upaya cerdas membangun kesadaran bahwa Allah ada dan Allah Melihat Kita.
Jika itu berhasil dilakukan, maka kebahagiaan akan menerpa kehidupan seorang Muslim. Bagaimana mungkin kesedihan akan datang kepada jiwa yang seutuhnya telah dekat dengan Allah Ta’ala?*