Home Kajian Utama Tanda Keruntuhan Sebuah Bangsa

Tanda Keruntuhan Sebuah Bangsa

by Imam Nawawi

Apa saja tanda keruntuhan sebuah bangsa, itulah yang menggelayuti pikiran. Alhamdulillah, sore hari (20/8/22) bersama dengan semilirnya angin yang bertiup saya menyempatkan diri membaca buku karya Dr. Abdurrahman Ali-Al-Hajji yang berjudul “Andalusia.”

Buku setebal 683 halaman itu mengulas perihal Andalusia dari masa sebelum Islam hadir hingga masa kehancuran kekuatan Islam paling akhir, yakni Granada.

Dan, seperti judul pada ulasan ini kita akan mengambil fokus pada tanda keruntuhan akan terjadi pada sebuah bangsa.

Setelah usai mendadarkan data, fakta dan beragam pandangan terhadap tahap demi tahap sejarah yang terjadi di Andalusia. Pria asal Irak itu menuliskan satu kesimpulan penting.

“Kita telah melihat bahwa mereka (umat Islam penakluk Andalusia) memenuhi bumi ini dengan kebaikan, keindahan, keberagaman, keharuman, tumbuhan yang tinggi, serta tanaman yang berbuah mengagumkan dan spesial.”

Baca Juga: Yuk Mendekati Sejarah

Lebih lanjut ia menuliskan, “Keadilan, kemakmuran, keilmuan, kemuliaan, dan pembangunan menyebar di segala penjuru. Orang-orang, sampai non-Muslim, merasakan keamanan, ketenangan, kehangatan dan kebahagiaan.”

Menimbang Indonesia

Dari paparan itu kita secara bijaksana dapat menjadikan potret sejarah kemajuan Andalusia sebagai alat menimbang Indonesia saat ini.

Apakah Indonesia penuh dengan warna kebaikan atau sebaliknya?

Kemudian, apakah keadilan, kemakmuran telah tercipta dan masyarakat Indonesia merasakannya secara utuh?

Apakah ada rasa aman, tenang, dan kehangatan antar warga negara?

Pertanyaan ini bukan untuk mengkritik pemerintah, tetapi refleksi diri akan kemana langkah Indonesia ke depan.

Jika jawabannya masih negatif, maka upaya apa yang harus kita hadirkan agar ke depan kondisi Indonesia memenuhi syarat untuk menjadi bangsa yang unggul, maju dan berpengaruh dari sisi kebaikan?

Sebagian kita mungkin langsung mengedepankan anggapan, apakah itu mungkin. Atau lebih jauh, apakah itu bukan utopia belaka?

Peringatan

Dari timbangan itu kita sendiri alias masing-masing dari elemen bangsa ini bisa mengambil peringatan, bahwa harus segera ada pembenahan, perbaikan bahkan hijrah paripurna.

Alarm bahaya keruntuhan itu boleh jadi sudah ada dan terus terjadi, terlebih kalau kembali kita timbang melalui fakta sejarah.

Sebelum ERopa di Andalusia runtuh dan Islam masuk, masyarakat biasa harus terus menerima penindasan. Rakyat kecil harus membayar upeti dan diperlakukan tidak manusiawi.

Apakah sekarang masyarakat kecil Indonesia bahagia, tenang, atau sebaliknya, terpinggir, tertindas dan terzalimi?

Tenang, tidak perlu emosi. Kita hanya perlu memberikan jawaban jujur. Lalu bertindak bijaksana dengan mengedepankan pemenuhan syarat untuk bangsa ini bangkit. Bangkit lebih cepat.

Siapa Memulai?

Akhirnya kita sampai pada satu pertanyaan penting, siapa yang mau memulai perbaikan ini?

Jika sebagian kita kecewa dengan politisi yang ada, apakah kita sanggup benar-benar independen memilih tanpa pengaruh pragmatisme pemimpin yang lain?

Apakah kita menganggap bahwa Pemilu 2024 adalah ajang perjuangan bersama membawa Indoensia lebih baik?

Baca Lagi: Mereview Cara Berpikir

Atau masih sama seperti pemilu-pemilu sebelumnya, ini peluang untuk mendapatkan keuntungan diri, walau secara intelektual sadar, bahwa langkah itu sama sekali tidak memperbaiki kondisi bangsa dan negara.

Jelas ini tidak mudah. Namun, siapa yang mau memulai hipotesa normalnya bisa kita ajukan, yakni anak muda bangsa dan negara. Hanya mereka yang dapat kita harapkan. Pertanyaannya, apakah kita sudah memelihara dan menyiapkan mereka untuk mampu menjawab ini semua?*

Mas Imam Nawawi

Related Posts

Leave a Comment