Kunio tampak murung. Semangatnya hari itu tak sehangat mentari yang membuang kabut pagi. Ia kesal dengan apa yang semalam jadi pengalamannya. Ketika apa yang ia sampaikan sebagai hasil perenungan dan pemikirannya, berulang kali dipotong dan direndahkan oleh koordinatornya. Namun Kunio tetap berupaya memilah, mana komentar yang patut ia dengar dan mana yang harus ia bakar.
Berapa banyak anak muda yang mengalami kondisi layaknya Kunio itu. Tapi sikap bijak harus jadi pilihan utama. Tapi bagaimana mungkin anak muda layaknya Kunio memiliki kebijaksanaan? Jalannya dua, membaca dan berpikir.
Dari Komentar Kita Paham Perbedaan
Komentar orang lain menunjukkan bahwa dunia ini kaya akan sudut pandang. Beda kepala, beda narasi. Karena itu pasti tidak sama narasi dari lisan setiap orang. Namun, itulah kondisi alami.
Sikap terbaik adalah memahami mengapa respon atau komentar orang berbeda-beda. Setiap individu memiliki latar belakang pengalaman, nilai-nilai, dan cara pandang yang unik.
Komentar yang seseorang anggap negatif sering kali bukan tentang pribadinya. Melainkan cerminan dari apa yang mereka yakini atau takuti.
Maka, daripada merespons dengan emosi, lebih bijak untuk mencoba melihat dunia melalui lensa mereka, meskipun hanya sesaat. Dengan begitu, kita bisa menemukan makna lebih dalam dari apa yang mereka ucapkan.
Pesan Ust. Abdullah Said kepada kawannya, Ust. Hasyim HS sangat menarik jadi renungan kita. “Pahami orang lain jangan selalu minta untuk dipahami.”
Selain itu, perbedaan komentar adalah peluang untuk introspeksi diri. Jika seseorang memberikan penilaian yang keras, mungkin ada benih kebenaran yang dapat kita petik. Meskipun orang lain menyampaikan dengan cara yang kurang tepat.
Filsuf Socrates mengajarkan bahwa kebijaksanaan dimulai dari kesadaran akan ketidaktahuan diri sendiri. Dengan membuka diri terhadap kritik, kita bisa menemukan area dalam diri yang masih perlu dikembangkan.
Namun, penting untuk tidak membiarkan penilaian negatif menggoyahkan identitas kita sepenuhnya. Sebaliknya, gunakan sebagai bahan refleksi untuk menjadi versi diri yang lebih baik tanpa kehilangan esensi diri.
Sikapi Perbedaan dengan Kedewasaan
Kemudian, sikap terhadap komentar orang lain juga mencerminkan kedewasaan kita dalam menjalani hidup. Menghadapi kritik atau penilaian dari orang yang lebih tua, misalnya, adalah ujian untuk tetap tenang dan hormat meskipun pendapat mereka bertentangan dengan keyakinan kita.
Seperti yang diajarkan oleh filsafat Stoikisme, kita tidak bisa mengontrol bagaimana orang lain bertindak atau berkomentar, tetapi kita bisa mengontrol respons kita terhadapnya.
Dengan menjaga ketenangan dan fokus pada hal-hal yang bisa kita kendalikan, kita tidak hanya melatih kebijaksanaan, tetapi juga menunjukkan kedewasaan yang menginspirasi orang lain.
Dunia memang penuh dengan suara-suara berbeda, namun setiap suara adalah kesempatan untuk tumbuh dan belajar. Apalagi kalau kita segera melakukan elaborasi dengan pesan-pesan dari Tuhan.
Tuhan menghendaki kita fokus menjaga iman, amal shaleh. Selanjutnya berinteraksilah untuk saling menguatkan dalam kebenaran dan kesabaran. Jika ada hal yang tak mengarah pada kehendak Tuhan, apanya yang layak kita dengar.*