Saat manusia menyadari kekuatannya, kesempatan dan jaringan, kadang kala semua hal ia ingin lakukan. Ia berpikir semua bisa jadi miliknya dengan mudah. Akan tetapi, kita tahu, semakin manusia dibakar ambisi, semakin terbuka peluang ia gosong karena perilakunya sendiri. Lalu, apa yang perlu kita lakukan? Santai saja. Hidup ini bukan soal ambisi semata, tetapi yang sangat utama ialah bagaimana mengabdi kepada Allah Ta’ala.
Pernah melihat tokoh antagonis dalam film? Mereka adalah orang yang memiliki nyaris semua. Mulai harta, agenda, hingga orang-orang yang siap mendukungnya. Tetapi, saat arah yang ia tuju adalah kebathilan, cepat atau lambat, orang itu akan terhenti langkahnya dan menjadi hina.
Pernah memerhatikan dengan seksama, bagaimana saudara-saudara Nabi Yusuf yang zalim melakukan aksi kejahatannya. Sepintas mereka tampak melakukan keburukan itu dengan sempurna. Tetapi perhatikan ujungnya, mereka menjadi lebih rendah derajatnya daripada Nabi Yusuf as.
Perhatikan pula sejarah Indonesia. Perhatikan bagaimana Belanda akhirnya kembali ke kampungnya usai menjajah ratusan tahun? Bukankah Belanda lebih kuat nyaris dalam semua hal?
Baca Juga: Buruknya Pemimpin Tuli
Manusia memang boleh berkehendak, tetapi kalau arahnya mafsadat (kerusakan), Tuhan tidak akan tinggal diam.
Maksud Santai
Santai yang saya maksud dalam uraian ini bukan berarti tidak peduli dan pilih enaknya saja dalam hidup ini.
Saya ingin mengatakan santai ini seperti cara berpikir Gus Baha, yakni menerima, memahami dan berupaya memperbaiki.
Jika seseorang lahir dalam kondisi tidak kaya, maka jangan iri dan dengki sama orang kaya. Tetapi pahami mengapa diri menjadi miskin. Lalu cermati, skill apa yang memungkinkan menjadi kaya. Dan, berjuanglah dengan itu semua.
Namun, kalau nanti pada ujungnya tidak berhasil menjadi kaya, maka tidak perlu frustasi, apalagi berpikir untuk melakukan keburukan-keburukan baru. Terima itu sebagai kenyataan, pahami sebagai kehendak Allah. Kemudian berprasangka baiklah kepada Allah.
Lebih jauh kata Gus Baha, perhatikan nikmat-nikmat Allah yang jarang kita anggap, seperti nikmat nafas (masih hidup). Kalau kita stres berat, kata Gus Baha, datang saja ke kuburan. Bukankah orang yang telah di alam kubur punya satu keinginan besar, yakni dikembalikan dalam kehidupan dunia.
Artinya, bersyukurlah dengan kesempatan hidup, karena itu kebahagiaan yang jadi harapan orang yang sudah mati. Jangan lemah, jangan salah, jangan tidak ada gairah dalam mengisi kehidupan dengan iman dan amal shaleh.
Dalam kata yang lain, jangan terlalu fokus hidup ini miskin atau kaya.
Fokuslah pada apa yang saya lakukan berupa kebaikan, baik dalam keadaan miskin atau kaya. Karena semua yang ada dalam dunia ini fana. Dan, hakikat kemuliaan hanya ada dalam takwa.
Lebih Baik
Hidup ini akan selalu menjadi lebih baik jika kita meyakini bahwa keadaan kita hari ini adalah yang terbaik dalam pandangan Allah.
Baca Lagi: Jangan Lelah Melahirkan Pemimpin
Allah tidak pernah menilai manusia hebat, mulia, karena siapa orang tuanya. Bagaimana tempat tinggal dan kendaraannya.
Kata Allah semua manusia rugi, kecuali yang beriman dan beramal shaleh. Lalu mereka saling menasihati dalam kebenaran dan kesabaran.
Oleh karena itu penting bagi kita memulai hari ini dengan sikap syukur, ridha dan bersemangat dalam mengisi hidup ini dengan sebaik-baik amal shaleh. Karena itulah yang jadi alat bagi Allah dalam mengukur, siapa yang terbaik amalnya di antara kita, seluruh umat manusia*