Home Artikel Tak Perlu Tenggelam ke Masa Silam
Tenggelam

Tak Perlu Tenggelam ke Masa Silam

by Imam Nawawi

Saya cukup sering bertemu bahkan berjalan bersama dengan pemuda berbadan kurus itu. Memang ada sebuah pertanyaan yang kusimpan selama ini, mengapa ia cenderung pasif, agak pemalu dan seperti kurang percaya diri. Ternyata ia baru membuka diri, bahwa ia memiliki pengalaman kelam di masa silam. Sebuah luka yang membekas dan tak akan hilang kecuali ia benar-benar mau melupakannya.

Beruntung pemuda itu mengungkapkan masa lalunya yang gelap di momen yang tepat dan kepada orang yang memahami bagaimana hidup lebih baik, maju terus dalam kebaikan. Ibarat seorang pengembara yang terjebak dalam gua dengan lorong yang begitu panjang dan gulita, ia tetap melangkah dan menemukan cahaya diujung lorong.

Ia memulai cerita dengan kalimat terbata-bata, wajah yang tertunduk dan merasa betapa tidak beruntung kehidupannya selama ini. Namun, seorang pria yang berpengalaman berkata, “Stop. Jangan tenggelam dalam gulita masa silam”.

Lihat Masa Depan

Ungkapan jangan tenggelam ke dalam gelapnya masa silam memang logis. Kita tak akan pernah bisa kembali ke masa lalu. Jadi, langkah paling rasional adalah melihat ke depan. Bahasa saya, mari, maju terus dalam kebaikan.

Tanpa mental itu, seseorang akan terkurung oleh masa lalu dan takut menghadapi masa depan. Akibatnya banyak momentum datang dan kita tidak pernah berpikir bagaimana menangkap itu semua sebagai peluang untuk membentuk kekuatan diri.

Hiduplah hari ini dengan semangat melakukan kebaikan-kebaikan walau kecil. Sungguh itu nantinya akan jadi jembatan untuk bahagia dan sukses di masa depan. Dalam sejarah orang yang bahagia dan sukses adalah yang selalu mengisi hari ini dengan sebaik-baiknya.

Baca Juga: Inilah Pondasi Membangun Masa Depan

Dale Carnegie dalam buku “Petunjuk Hidup Tenteram dan Bahagia” menerangkan bahwa orang yang sukses selalu membuang ikatan akan ketakutan hari esok yang belum pasti. Mereka menyelami hari ini dengan sebaik-baiknya.

Adil

Mengingat masa lalu tentu boleh, tapi ibarat pengendara motor, cukup sebagai spion, sesekali kita tengok. Jangan terus menerus melihat spion lalu lupa menatap ke depan.

Kita pun tak perlu terobsesi akan masa depan, kita tidak tahu apa yang akan terjadi esok. Jadi, nikmati hari ini dengan bersyukur sebaik-baiknya.

Sekarang langkah terbaik adalah memastikan apa yang kita sukai dalam hidup ini. Lakukan itu sepenuh hati sampai ada rasa bahagia dalam melakukannya. Syukur kalau sampai pada tahap bisa mendapat income dari kebiasaan yang kita cintai. Itu alamat keberhasilan mulai terbuka.

Banyak orang ingin berubah, tapi mereka tidak mau melakukan hal yang mereka cintai dengan sepenuh hati, apalagi mau berlatih secara konsisten.

Setelah mendengar uraian itu, pemuda kurus itu bisa tersenyum. Sebuah kebahagiaan baru memancar dan baru pertama kali saya melihat, senyuman seperti itu, cerah dan penuh energi.*

Mas Imam Nawawi

Related Posts

Leave a Comment