Shubuh ini (19/3/23) saya menyertai Tarhib Ramadhan yang berlangsung secara hybrid di Pesantren Hidayatullah Gunung Tembak, Balikpapan, Kalimantan Timur.
Tampil melepaskan sambutan perdana, guru saya, Ustadz Hamzah Akbar.
Seperti biasa, gaya awalnya selalu rileks, santai.
Baca Juga: Inilah Ulasan Ustadz Hamzah Akbar Tentang Pemuda dengan Impian Indah
Persis seperti sebuah mobil yang akan melakukan perjalanan panjang, audiens harus “dipanaskan” lebih dahulu sebelum diajak melaju kencang menelusuri jalan-jalan. Ya, tentu saja jalan-jalan kesadaran dan pikiran.
Kesyukuran
Beliau menyampaikan kesyukuran besar atas terbitnya keputusan penting dari MK yang ternyata datang lebih awal, “(Keputusan itu) Hadir sebelum Ramadhan,” ungkapnya.
Sebelum ini ada pihak yang menggugat tanah wakaf pesantren. Dan, setelah melalui beberapa proses hukum, akhinya sampai ke puncak, gugatan itu ditolak.
“Ini adalah kemenangan kita semua, kemenangan generasi yang akan datang,” tegas pria murah senyum itu.
“Kita bersyukur bahwa, bicara persiapan, Alhamdulillah. Kita semua berusaha keras, dengan kerja keras yang kita lakukan, terus menerus kita dikondisikan bahkan seakan dipaksakan, tetapi memang kita harus melakukan itu. Seperti usai sholat Shubuh dan Ashar kita membawa pakaian kerja, sampai kita bisa masuk Ramadhan, insha Allah,” paparnya bahagia.
Memang seperti itulah sejak awal saya mendapati pendidikan bersama beliau kala di Kutai Kartanegara.
Kita harus sibuk, memberi bahkan berkorban untuk kebaikan umat. Jangan ada jeda, terus berbuat, bergerak, bahkan berjuang dan berkorban.
Meski begitu, Ustadz Hamzah juga mendorong kita senantiasa melakukan evaluasi secara berkelanjutan, sehingga tidak menjadi manusia yang mudah puas, bangga dan merasa tahu dan telah melakukan banyak kebaikan.
Menjadi Umat Terbaik
Semua itu kita perlukan kala ingin menjadi umat terbaik, umat yang memiliki kepemimpinan.
Bukan sebatas ilmu dan amal secara terpisah (dikotomik), tetapi bersatu dan menyatu dalam helaan nafas kita, mewujud dalam gerakan yang menghasilkan pabrikasi kader.
Sehingga terjadilah ekspansi, pengembangan jaringan, peningkatan mutu SDM.
Semua bersumber, semua berangkat dari apa yang kita lakukan di tempat ini. Ini harus menjadi kekuatan kita,” ulasnya.
Tagline merekrut, mengkader, menugaskan, harus jadi bagian inheren dalam diri, menjadi langkah nyata gerakan.
Baca Lagi: Memahami Hukum Sukses
“Kalau lepas dari hal itu, kita telah belajar banyak dari sekitar kita, dari lingkungan kita, kita belajar dari banyak hal di sekitar kita.
Semua. Bahwa ini bukan soal kekuatan materi, karena itu akan berubah dan rontok.
Kita butuh esensi, yakni ada kultur kepemimpinan, mobilisasi praktis yang terus berjalan dan kita laksanakan, itu bagian yang menjadi kekuatan sesungguhnya dalam sebuah jama’ah dan gerakan atau umat yang terbaik,” urainya bersemangat.*