Belakangan ini, kala ada waktu luang, saya gunakan untuk menonton film. “Kurulus Osman” judulnya. Film itu berkisah tentang perjalanan Osman putra Ertugrul dalam membawa bangsa Turki. Dari kelompok gembala menjadi imperium besar, yang akhirnya sukses menaklukkan Konstantinopel pada era Muhammad Al-Fatih. Osman memiliki seorang guru, Syaikh Edebali. Syaikh memiliki seorang putri yang cerdas, tangkas dan cantik. Bala Hatun namanya. Bala yang merupakan “bunga desa” itu memikat hati banyak orang. Tak terkecuali pejabat dari Kerajaan Seljuk, Alisar Bey. Namun kala Alisar melamar Bala kepada Syeikh. Secara tegas Syeikh menolak.
Ketika Alisar Bey mendatangi Syaikh dan mengutarakan maksud hati. Syeikh langsung memberikan jawaban tegas dan diplomatis. Kira-kira seperti ini. “Alisar Bey, engkau adalah penguasa, memiliki kesibukan luar biasa dan fasilitas hidup yang lengkap. Sedangkan Bala, putriku, ia besar dalam lingkungan Ahis (mungkin penuntut ilmu) dan Darwis (orang yang sibuk menuntut ilmu dan ibadah). Jadi, dia, putriku tidak cocok untukmu.”
Sisi yang penting jadi analisis kita adalah mengapa Syaikh Edebali menolak. Sebuah pilihan tidak mudah. Apalagi kalau orang melihat pada era kekinian. Punya anak putri dilamar pejabat, kok menolak. Jelas tidak bisa sebagian besar orang cerna secara rasional. Tapi begitulah Syaikh Edebali. Ia tegas menolak.
Menikah itu Ibadah
Syaikh Edebali sebagai ulama tentu tak mau mengubur ilmu dan imannya demi kesenangan duniawi. Ia paham betul, bahwa penguasa pasti super sibuk. Istri mungkin akan kesulitan bertemu suaminya. Lebih jauh, Alisar Bey memang telah terbaca sebagai orang yang tidak komitmen terhadap nilai-nilai Islam. Ia kerap duduk dan akrab bersama orang-orang yang memusuhi Islam.
Bahkan dalam situasi genting, Alisar Bey sering kehilangan kemampuan berpikir rasional. Ia sangat mudah terprovokasi.
Karena menikah itu bukan soal bertumpuknya harta, maka Syeikh Edebali tidak mau putrinya menikah dengan niat dan dengan orang yang tidak tepat.
Film ini memang berbasis sejarah. Syaikh Edebali berarti masuk dalam catatan emas bangsa Turki. Ia dalam menikahkan putrinya, bukan dengan sosok punya kekuasaan. Tapi adakah dia komitmen terhadap keimanan. Bahkan visi besar bangsa Turki pada abad 13 itu.
Tugas Para Ayah
Kisah Syeikh Edebali menolak lamaran Alisar Bey yang penguasa tapi tidak adil, patut jadi renungan kita. Bahwa seorang ayah harus benar-benar paham terhadap siapa lelaki yang datang dan melamar putrinya.
Seorang ayah harus benar-benar bisa melihat, mana lelaki yang baik agamanya, akhlaknya. Mana lelaki yang hanya bagus di atas panggung keramaian. Tapi gagal menjadi suami dan teladan bagi keluarga.
Tentu setiap ayah ingin putrinya hidup bahagia. Tapi jalan bahagia tak cukup hanya dengan rasionalitas dan jalan materi semata. Bahagia juga membutuhkan hati, kesegaran pemikiran, dan kesungguhan mengenal watak orang dengan baik. Seperti pesan Nabi SAW, pilih pasangan yang punya (komitmen mengamalkan ajaran) agama.*