Sukses dengan mengubah sudut pandang. Inilah yang akan jadi ulasan kita kali ini. Akhir pekan ini (21/3) saya bersama dengan PP Pemuda Hidayatullah menghadiri Rakerwil Pengurus Wilayah Pemuda Hidayatullah Banten di Serang, Banten. Pesan penting di sana yang kusampaikan adalah, ubah sudut pandang untuk sukses yang bisa diwujudkan.
Dalam dunia fiksi, sudut pandang dikenal sebagai arah pandang seorang penulis dalam menuturkan cerita, sehingga kisah yang disampaikan lebih hidup dan ditangkap dengan baik oleh pembaca.
Menurut teori sastra, sudut pandang terdiri dari dua jenis, yakni sudut pandang orang pertama dan sudut pandang orang ketiga.
Baca Juga: Menikmati Proses Perjuangan
Tetapi, saya tidak sedang mau mengulas sudut pandang dalam makna tersebut, melainkan pada apa yang harusnya menjadi pemahaman para kader pemuda di dalam melihat realitas yang dihadapi.
Memaknai
Sudut pandang yang saya ingin tekankan adalah perihal bagaimana diri kita melihat suatu hal dari sisi pandangan pemikiran, pemaknaan, yang secara langsung dapat mengubah diri kita terus dalam performa terbaik untuk terus bergerak dan berjuang.
Sebagai contoh, ketika kita baru mengawali sebuah gagasan, kemudian mengorganisirnya dengan SDM yang sedikit, maka sudut pandang kita mestinya tidak dengan menilai bahwa keadaan kita hari ini serba terbatas. Tetapi, hari ini dengan kekuatan yang ada kita terus bergerak.
Islam mendorong umat ini, terutama kaum muda untuk membentuk sudut pandang berdasarkan idealitas yang hendak diwujudkan, bukan realitas hari ini yang serba terbatas.
Ketika itu terjadi, maka akan lahir sikap mental seperti Nabi Yusuf Alayhissalam, lemah tapi mimpinya besar. Kecil tapi visinya jauh. Dan, akhirnya itu membentuk ketangguhan mental, sehingga ia berhasil menghadapi rintangan demi rintangan hidup yang sangat tidak ringan.
Menyeluruh
Sederhananya, sudut pandang itu seperti ilustrasi yang populer dahulu disampaikan para guru. Seperti orang buta yang ingin membuktikan gajah dari apa yang dipegang oleh tangannya.
Masing-masing bersikukuh dengan pengalamannya memegang bagian tubuh gajah, tidak melihat secara keseluruhan. Seperti itulah kehidupan kita ini.
Jika kehidupan dipandang sebatas pada masalah, keterbatasan, lalu dikeluhkan, percayalah, tak akan ada yang akan bisa dia perjuangkan.
Baca Juga: Mahasiswi yang Lebih dari Dugaan
Sebaliknya, jika di tengah keterbatasan namun kalimat yang disusun membangun mental dan pikiran, kemudian tidak mengisi waktu kecuali dengan upaya peningkatan kebaikan, niscaya dengan izin Allah ia akan menjadi manusia yang berhasil.
Jadi, mulai sekarang kedepankanlah cara berpikir yang benar, yang menghidupkan kesadaran, mental dan kehendak diri untuk melakukan perbaikan.
Insha Allah kalau pun hari ini masih banyak kekurangan dan keterbatasan, seiring berjalannya waktu, ke depan kebaikan dan prestasi lebih baik akan dapat ditorehkan. Percayalah kawan!
Mas Imam Nawawi_Perenung Kejadian