Saat saya di Makkah, seorang senior kerap menemani waktu-waktu luang. Kami makan bersama, berangkat dan pulang ke Masjidil Haram juga bareng-bareng. Ia sosok yang sangat care kepada siapapun. Pendek kata dari kisahnya saya bisa mengamil kesimpulan: suka menolong memastikan jalan kebahagiaan terus terbuka.
Sosok senior itu tidak sungkan membantu, memberi arahan kepada juniornya saat ia menjabat sebagai jajaran pemimpin di sebuah instansi pemerintah. Beberapa tahun setelah masa pensiun, semua junior yang ia bimbing duduk sebagai leader saat ini.
Semua junior itu berterimkasih kepadanya. Bahkan sosok senior itu tak pernah sepi dari “job” karena banyak proyek yang memang sang senior itulah yang pantas menjalankan. Orangnya terbuka, amanah dan disiplin.
Rumus
Kalau kita belajar beberapa bab dalam matematika, seperti mengukur luas bangunan, pasti ada rumusnya.
Baca Juga: Bersyukurlah Kalau Bumi Tidak Bergoyang
Nah, suka menolong, membantu kepada siapapun, itu juga rumus dalam kehidupan sosial.
Eric Barker dalam bukunya “Mendaki Tangga yang Salah” memberikan rekomendasi jelas. “Jadi, pikirkan karir Anda, tetapi pikirkan juga karir mereka.”
Barker mendorong pembaca untuk memperluas pandangan mereka kepada rekan kerja dan bawahan. Artinya menolong orang lain tetap utama dan jangan pernah kita abaikan.
Sikap like dan dislike kepada bawahan, rekan kerja atau atasan, sama sekali bukan hal yang utama. Segera padamkan jika hal itu ada di dalam diri sendiri. Membiarkan itu terus membesar sama dengan membunuh masa depan diri sendiri.
Mau menolong artinya seseorang masih manusia, bahkan terus ingin menjadi manusia (yang memiliki arti).
Dan, dalam Islam, siapa yang memiliki kasih sayang, Allah akan melimpahkan kasih sayang-Nya. Selamat, bahagia dan damai dalam cahaya-Nya.
Sungguh, rumus ini penting kita sadari agar dapat meraih sukses besar melalui sinergi dan kolaborasi. Terutama kalau itu dalam rangka kebaikan dan ketakwaan.
Saran Eric itu juga berfokus pada menciptakan lingkungan kerja yang mendukung di mana semua individu dapat berkembang.
Dengan mempertimbangkan (baca menolong) karir orang lain (secara patut dan adil), seseorang dapat membantu menciptakan sinergi di tempat kerja yang mendukung kesuksesan bersama.
Baca Lagi: Menjauh dari Gaduh
Lagi pula mengapa kita merasa berat menolong orang lain, bukankah hidup kita ini tidak pernah bisa lepas dari bantuan dan pertolongan orang lain?
Kesadaran
Mengingat-ingat hakikat diri yang tak bisa lepas dari bantuan orang lain harus terus menyala dalam kesadaran jiwa.
Sebab kalau tidak, kita akan mudah kehilangan kekuatan inti sebagai manusia, yakni saling menyayangi.
Rudger Bregman dalam bukunya “Human Kind” menulis, “Kekuasaan tampaknya bekerja seperti obat bius yang membuat orang tak peka terhadap orang lain.”
Sadarlah kekuasaan, kekuatan, pengaruh dan kekayaan, semua akan sirna. Sedangkan kita sebagai manusia tetap pada koridornya, dari lemah menjadi kuat dan lemah kembali.
Jika ingin hidup dengan sejuta makna, maka jangan pandang orang lain dengan perasaan jumawa. Itu adalah gerbang segala kerusakan diri, kini dan nanti.*