Home Kajian Utama Sosok Mahir Bernama Syamsudin Kadir
Sosok Mahir Bernama Syamsudin Kadir

Sosok Mahir Bernama Syamsudin Kadir

by Imam Nawawi

Sejatinya, saya tidak mendapat amanah untuk singgah ke Kota Cirebon dalam satu agenda kunjungan Laznas BMH di Jateng dan Jabar. Namun, sosok mahir bernama Syamsudin Kadir menjadi salah satu alasan, mengapa saya harus ke Kota Wali tersebut.

Nama itu juga membuat ingatan saya ingin silaturahmi ke media besar di Cirebon, yaitu Radar Cirebon. Bersama Koordinator BMH Gerai Cirebon pun, Asep Juhana, saya berkesempatan berkunjung dan berdialog hangat dengan GM Radar Cirebon, Yuda Sanjaya.

Baca Juga: Menulis untuk Bermanfaat

Kembali kepada sosok mahir dalam menulis, yaitu Bang Kadir, sapaan akrabnya. Saya sangat bersyukur momentum pertemuan itu akhirnya terwujud.

Mengingat kami sudah lama saling mengenal, namun interaksi langsung, bisa berjabat tangan dan bertatapan wajah, baru Allah takdirkan pada hari itu. Alhamdulillah.

Buku

Syamsudin Kadir identik dengan buku. Telah 48 buku ia tulis dan terbitkan. Tidak termasuk tulisan lepas yang ia posting di blog atau pun facebook.

Saya tanya dalam kesempatan itu, bagaimana mengatur waktu dalam menulis. Ia menjawab santai, “Ya, seperti ini saja, Kang. Sambil ngobrol, sambil diskusi, nanti juga jadi,” ucapnya sembari tersenyum dengan gaya khasnya.

Bagi saya ini adalah jawaban seorang yang telah lihai dalam membagi waktu, sehingga banyak hal bisa dilakukan. Walaupun seperti umumnya penulis, ia juga mengatakan, “Ya, saya begini, banyak menganggurnya.”

Menulis memang aktivitas yang hanya melibatkan tangan (secara fisik yang tampak). Jadi bagi orang umum, menulis seakan identik dengan tidak bekerja alias pengangguran.

Saya sempat juga mendapat pandangan yang salah dari senior, karena menulis dari rumah, dianggap tidak bekerja. Karena bekerja bagi dia adalah berada di dalam kantor (meski tidak tentu apa yang harus dituntaskan). Nasib para penulis, mungkin demikian bentuk-bentuk ujiannya.

Tetapi, Bang Kadir mau menyebut dirinya pengangguran atau orang lain juga memandang seperti itu, faktanya ia telah menerbitkan 48 buku. Bukan pekerjaan yang biasa-biasa saja.

Melihat angka buku yang telah beliau terbitkan, saya seperti anak kecil yang tertatih-tatih mengejar kakak-kakaknya yang sudah pandai berlari dan berbicara. Namun, itu jadi motivasi bagi saya, bahwa sebisa mungkin harus terus menulis, syukur bisa menjadi sebuah buku.

Merawat Literasi Umat

Mengapa Bang Kadir melakukan itu semua? Jawabannya sederhana, untuk merawat literasi umat.

Kita memang berada pada masa yang banyak anak muda tidak lagi tertarik membaca, apalagi sambil memegang buku.

Padahal, kalau merujuk pandangan Prof Wan Daud, dalam bukunya budaya ilmu, bangsa yang bisa maju hanya yang memiliki tradisi membaca yang baik.

Situasi Indonesia memang buruk dalam hal membaca, apalagi menulis. Bahkan mereka yang calon sarjana pun tidak banyak yang menekuni aktivitas penting ini.

Baca Lagi: Buku yang Kian Dijauhi

Namun begitu, kita tidak usah marah dan mengutuk situasi dan kondisi yang ada. Mari kita jawab saja dengan karya-karya kita. Merawat literasi umat menjadikan kita punya energi untuk menetapi jalan sunyi ini.

Dan, sebagai renungan, kalau tidak ada generasi muda umat menulis, maka sebenarnya masa depan kita akan diisi oleh pikiran-pikiran orang lain yang tak berhenti menulis.

Tidak menulis bukan saja membuat eksistensi kemanfaatan kita terbatas. Tidak menulis sama dengan membiarkan umat mengkonsumsi tulisan orang lain, bangsa lain, bahkan peradaban lain.

Mungkin itulah yang membuat ada saja dari kelompok bangsa ini yang memandang liberalisme bagus, politik identitas buruk, Islam identik radikal, atau bahkan LGBT itu bagian dari HAM.

Kenapa itu terjadi? Boleh jadi karena memang dari umat ini sedikit yang peduli apalagi menulis. Akibatnya narasi tentang keburukan itu jauh lebih banyak dan masif.

Sementara kita terus saja mengatakan, kita lemah, kita kurang.

Padahal, seharusnya kita bersatu mendorong kemajuan literasi umat, melalui mereka yang punya passion mengerahkan energi dan pikirannya untuk menjaga literasi umat.*

Mas Imam Nawawi

Related Posts

Leave a Comment