Ayat yang pertama kali diturunkan oleh Allah kepada Nabi Muhammad SAW adalah perintah “Membaca dengan nama-Nya.”
Iqra’ Bismirabbik, yang dalam pemahaman Buya Hamka setiap individu Muslim diwajibkan menuntut ilmu guna mengasah budi dan melatih pikiran agar mendapat percikan ilmu dari Allah.
Bertambahnya ilmu akan meneguhkan keimanan, ini berarti akan menjadikan semakin tinggi mutu amal perbuatan, sehingga hadir pengetahuan tentang tingginya nilai hidup ini karena ma’rifat kepada Allah.
Kesimpulannya, ilmu membuat pandangan setiap Muslim tentang kehidupan ini lebih bermakna dan dalam.
Sementara itu dalam bukunya Lembaga Budi Hamka menegaskan, “Maksud menuntut ilmu bukanlah semata-mata memperluas ilmu pengetahuan saja, melainkan untuk mengabdi kepada masyarakat dan mempertinggi mutu pribadi.”
Masyarakat Tercerahkan
Hal ini menunjukkan bahwa Islam tidak bisa dipisahkan dengan ilmu, baik secara konsep maupun historis peradabannya.
Kita ketahui, masyarakat Muslim Madinah di masa Nabi Muhammad adalah komunitas kecil yang begitu senang, antusias, bergairah dan semangat sekali dalam menuntut ilmu.
Adian Husaini dalam Tabligh Akbar Gabungan Akhir Tahun 2020 yang bertema “Pendidikan dan Kebangkitan Peradaban Kita” secara virtual, semalam, Ahad (27/12/2020) menerangkan dengan amat gamblang dan sangat menggugah.
“(Masyarakat Madinah penuh) Kasih sayang, tolong menolong, (memiliki) budaya literasi yang luar biasa. Masyarakat Madinah itu cinta ilmu, mereka nyesel kalau tidak hadir di majelis Rasulullah. Itu artinya masyarakat Madinah adalah masyarakat yang tinggi literasinya. Beliau punya sekretaris lebih dari 60 orang. Dan ini embrio peradaban besar.”
Dalam kata yang lain, masyarakat Madinah adalah masyarakat yang tercerahkan, sehingga semua sisi kehidupannya penuh cahaya dan tidak ada yang mau tertinggal dalam kebaikan-kebaikan ilmu.
Indonesia 2045
Beragam analis menyebutkan Indonesia akan menjadi negara dengan kekuatan ekonomi ke empat terbesar dunia pada 2045. Tetapi, seperti kata Cak Nun, yang penting dipikirkan rakyat Indonesia jadi apa? Pemain atau jongos!
Oleh karena itu rasa senang menuntut ilmu harus terus digelorakan, diserukan dan digaungkan, terutama melalui sarana teknologi informasi di era digital. Tentu saja seperti kata Buya Hamka, senang menuntut ilmu yang memadukan ilmu dan iman (akhlak).
“Antara ilmu dengan budi (akhlak) hendaknya saling mengisi. Betapa pun banyaknya ilmu kalau tidak didasarkan pada budi (akhlak) hanya akan membawa kecelakaan. Dan budi (akhlak) yang tidak berisi ilmu tidak pula akan memberikan faedah kepada masyarakat.”
Baca Juga: Bergeraklah Sebelum yang Di Tanganmu Menggilasmu
Pendapat Hamka ini masih sangat relevan diperhatikan, karena sampai saat ini Indonesia masih berhadapan dengan rendahnya kualitas moral. Bukan sekedar rakyat, pejabatnya pun tidak jauh berbeda. Perhatikanlah bagaimana kasus-kasus korupsi yang seakan tidak pernah berhenti.
Artinya, jika generasi yang kini disebut milenial tidak segera menghadirkan rasa senang menuntut ilmu dalam kesehariannya, maka mereka akan menjadi budak saat negara ini menjadi kekuatan ekonomi terbesar ke 4 dunia, yang diperkirakan terjadi pada 2045.
Hidupkan Pesan Nabi Muhammad SAW
Satu di antara senjata agar kita sebagai rakyat dan bangsa Indonseia dapat terus menjaga kebaikan negeri ini sampai kapan pun adalah dengan kembali memahami dan menjalanakn pesan-pesan Nabi Muhammad SAW.
Pesan Nabi yang sangat kuat adalah hadirkan rasa ingin selalu menambah kebaikan-kebaikan. Dan, itu tidak mungkin melainkan dengan menghadirkan rasa senang, bahkan ikhlas dan penuh kesungguhan dalam menuntut ilmu.
مَنْ يُرِدِ اللهُ بِهِ خَيْرًا يُفَقِّهْهُ فِي الدِّينِ
“Barangsiapa yang Allah kehendaki kebaikan baginya, maka Allah akan memberikan kefaqihan (pemahaman) agama baginya. “ (Muttafaqun ‘alaihi).
Oleh karena itu bersungguh-sungguhlah memanfaatkan umur untuk hal-hal yang membawa kebaikan diri dan kebaikan agama (iman) di dalam dada.
Rasulullah SAW juga berpesan.
احْرِصْ عَلَى مَا يَنْفَعُكَ وَاسْتَعِنْ بِاللَّهِ
“Semangatlah dalam hal yang bermanfaat untukmu, minta tolonglah kepada Allah, dan jangan malas (patah semangat).” (HR. Muslim).
Baca Juga: Bahagia dengan Satu Langkah Perubahan, Coba Lakukan!!!
Jadi, sederhana rumusnya. Indonesia akan tetap baik sejauh rakyatnya baik iman dan ilmunya. Kemudian tidak bersungguh-sungguh melainkan untuk melakukan apa yang bermanfaat dan menjauhi sandaran selain Allah serta senang dengan gaya hidup malas, konsumtif, dan mudah sekali putus asa, mengeluh dan menyalahkan orang lain atau keadaan.
Dan, secara praktis, itu sangat mudah ditempuh, yakni dengan meningkatkan tadabbur diri terhadap Alquran.
أَفَلَا يَتَدَبَّرُونَ الْقُرْآنَ أَمْ عَلَى قُلُوبٍ أَقْفَالُهَا
“Maka apakah mereka tidak mentadabburi Alquran ataukah hati mereka terkunci?” (QS. Muhammad [47]: 24).*
Mas Imam Nawawi Kolumnis Gaya Hidup Muslim hidayatullah.com
Bogor, 15 Jumadil Awwal 1442 H