Pagi masih hangat. Sinarnya yang cerah memengaruhi mentalku dalam membaca. Sembari menanti kolega menuntaskan tugasnya saya membaca buku “Rehat Mental”. Kali ini saya langsung menjelajah ke bagian akhir buku. Keren, ada perihal bagaimana cara mengukur pengaruh seseorang terhadap diri sendiri.
Kata buku karya Kareem Esmail itu, ada orang yang kalau kita bertemu iman jadi kuat. Kemudian ada orang yang kalau kita bertemu malah serba ragu meniti kehidupan. Bahkan ada orang yang kalau kita melihat wajahnya, sudah gak enak rasa hati. Nah, kali ini kita akan bahas bagaimana kita menata lingkaran sosial demi kesehatan mental kita.
Sebelumnya, mari kita lanjutkan isi buku itu. Kareem mendorong kita mencatat nama-nama itu. Bukan untuk kita black list siapa yang pengaruhnya negatif. Tapi supaya kita tahu bagaimana kalau terpaksa harus bertemu mereka.
Langkah paling sederhana, banyak-banyak saja ketemu dengan orang yang bisa membuat iman kita lebih baik, semakin kuat dan berdampak bagi diri serta orang lain.
Mengenali Jejak Emosional dari Setiap Pertemuan
Lebih dalam buku “Rehat Mental karya Kareem Esmail itu mengajak kita mengukur. Cobalah ukur pengaruh orang lain terhadap diri kita. Karena ternyata, ada tipe orang yang jika kita temui, hati ini jadi tenang dan iman terasa menguat. Tapi ada juga yang sebaliknya—membuat kita ragu, lelah, bahkan kehilangan arah.
Kesan semacam itu bukan sekadar intuisi atau perasaan sesaat. Itu adalah jejak emosional—residu dari energi dan nilai yang kita serap selama berinteraksi. Kadang, kita tidak sadar mengapa setelah bertemu seseorang hati jadi sumpek. Tapi tubuh dan jiwa kita memberi sinyal bahwa ada pengaruh yang tak sehat dari pertemuan itu.
Kareem tidak menganjurkan kita untuk menghindar secara ekstrim, apalagi memutus silaturahmi. Namun, penting untuk mengenali siapa yang memberi dampak baik dan siapa yang tidak. Bahkan disarankan untuk mencatatnya. Ini bukan soal membenci, melainkan menyusun strategi menjaga diri.
Dengan mengenali pengaruh-pengaruh ini, kita bisa bersikap lebih bijak. Kita punya kendali dan menyiapkan mental saat harus bertemu orang yang kurang kondusif, atau sengaja meluangkan lebih banyak waktu bersama mereka yang menguatkan kita. Sedikit demi sedikit, kita sedang membentuk lingkaran pengaruh yang sehat dan mendewasakan.
Karena dalam hidup ini, orang-orang yang kita temui bukan hanya hadir untuk ngobrol atau bekerja sama, mereka juga meninggalkan bekas—baik untuk kebaikan atau sebaliknya.
Memilih Pertemanan yang Menguatkan Iman dan Mental
Langkah paling sederhana seperti yang disarankan Kareem adalah memperbanyak waktu bersama orang-orang yang membuat iman kita kuat. Ini terdengar klise, tapi sangat masuk akal jika dipraktikkan.
Bayangkan jika setiap pekan kita bertemu orang yang cara bicaranya menyejukkan, sudut pandangnya menenangkan, dan nasihatnya memotivasi. Kita akan pulang dengan hati yang lebih ringan dan pikiran yang lebih jernih.
Pertemanan semacam ini biasanya tumbuh dalam ruang-ruang yang sehat—entah itu komunitas belajar, majelis ilmu, atau bahkan grup diskusi santai yang penuh respek. Kita perlu sadar bahwa kualitas hidup kita banyak ditentukan oleh siapa yang paling sering kita ajak ngobrol. Maka memilih teman bukan sekadar cocok gaya, tapi juga cocok visi hidup.
Kita memang tak bisa memilih siapa yang hadir di lingkungan kerja atau keluarga besar. Tapi kita bisa memilih bagaimana menyikapi mereka, dan siapa yang lebih sering kita ajak bicara dalam waktu luang.
Di sinilah pentingnya selektif bukan karena sombong, tapi karena peduli pada arah tumbuh kembang diri.
Kehidupan sehari-hari terlalu padat dan berisiko jika kita isi dengan orang-orang yang melemahkan semangat dan menanam keraguan.
Maka membangun lingkaran kecil berisi teman-teman yang saling menguatkan adalah investasi jangka panjang bagi ketenangan batin dan kelapangan iman.
Karena pada akhirnya, hidup ini bukan soal banyaknya kenalan, tapi siapa yang benar-benar membawa kita mendekat pada kebaikan.
Saya juga akhirnya punya kesadaran ilmiah, mengapa Allah memerintahkan kita sabar hidup dengan orang-orang yang pagi dan petangnya fokus mengajak manusia taat kepada Allah. Mereka terus bertasbih, dzikir kepada Allah, setiap pagi dan petang. Orang seperti itu layak kita temani, bahkan kita dukung agenda dakwah dan perjuangannya.*