Semua agama sama. Kalimat itu kadang muncul dari mulut orang. Kalau kita cerna, kalimat ini sebenarnya agak gegabah. Kalau semua agama sama, faktanya ada banyak ketidaksamaan. Mulai dari sejarah, pembawa risalah awal dari setiap agama. Hingga pola peribadatan dan puncaknya bagaiman cara beribadah kepada “Tuhan”.
Oleh karena itu, ungkapan semua agama sama cenderung tertolak oleh sebagian besar orang. Khususnya yang masih mengedepankan kejernihan dalam berpikir.
Terbaru, Anggota Komisi VIII DPR RI Fraksi PKS, Bukhori Yusuf memberikan tanggapan atas ungkapan “Semua agama sama” yang seorang perwira tinggi TNI lontarkan.
Baca Juga: Islam dan Pancasila, Ini Pandangan Tajam Gus Hamid
“Saya pikir bukan kapasitas TNI untuk bicara tentang kebenaran agama,” kata Bukhori, Kamis (16/9) seperti gelora.co wartakan.
Idealnya TNI memang berbicara kapasitas dan tugas pokok serta fungsinya secara benar. Tetapi karena sudah menjadi berita yang masuk ruang publik, maka hal ini penting mendapat respon secara baik dan benar.
Jika maksud ungkapan semua agama itu adalah sebuah tuntutan agar umat Islam bersikap toleran, maka kalimat itu sendiri adalah sebuah pemaksaan, alias bentuk nyata dari intoleransi itu sendiri.
Tanggapan Peneliti INSISTS
Seperti hidayatullah.com kutip dari Peneliti Institute for the Study of Islamic Thought and Civilizations (INSISTS) Dr Henri Shalahuddin, MIRKH.
“Pluralisme agama dalam pengertian kesatuan transenden semua agama, misalnya dengan meyakini semua agama sama-sama benar & sama-sama menuju Tuhan yang sama adalah pandangan yang buruk untuk dianut (a poor view to espouse),” demikian Henri sampaikan melalui akun instragramnya @henrishalahuddin, Kamis (16/9).
“Pluralisme agama model John Hick ini jika dipandang dari sisi agama adalah tidak toleran dan tidak konsisten. Seorang pluralis ingin semua orang mentolerir pandangan semua agama-agama besar, tetapi tidak mentolerir pandangan yang berbeda dari pluralism,” katanya. “Alih-alih menghasilkan klaim agama yang inklusif, pluralisme justru memproduksi klaim agama yang eksklusif (exclusive religious claim),” tambahnya.
Jadi, ungkapan itu sebenarnya lebih sebuah bentuk ketidakdewasaan (intoleran). Utamanya dalam melihat pluralitas agama, sehingga memaksakan semua dijadikan sama, menjadi pluralisme.
Jangan Sesat
Lebih mendalam, Wakil Ketua MUI, Dr Anwar Abbas mengatakan bahwa umat Islam berhak dan sah menyatakan bahwa agamanya-lah yang paling benar. Malah salah dan sesat kalau ada orang Islam meyakini paham semua agama sama dan sama benar.
“Karena itu kalau ada orang Islam yang berpandangan semua agama itu adalah sama maka pandangan dan faham tsb jelas sesat serta bermasalah,” katanya dalam pernyataan kepada redaksi Hidayatullah.com, Kamis (16/9/2021).
Namun demikian sosok yang biasa disapa Buya itu menilai bijak ungkapan “Semua agama sama” dari seorang sosok jenderal TNI itu.
Baca Lagi: Frasa Agama dalam Peta Pendidikan
“Saya rasa maksud dari Jendral Dudung itu baik, yaitu bagaimana kita dengan sesama para pemeluk agama yang berbeda bisa hidup berdampingan dengan rukun dan damai dalam negara republik indonesia ini. Tapi untuk mewujudkan cita-cita dan keinginan itu beliau tidak harus menyatakan bahwa semua agama itu adalah sama di mata Tuhan, karena pernyataan tersebut jelas mengundang kontroversi,” katanya.
Semoga dengan adanya ungkapan ini kaum Muslimin semakin paham apa itu pluralisme dan semakin bersemangat mendalami ajaran Islam, sehingga tidak mudah diombang-ambingkan oleh pemberitaan yang sebenarnya bersumber dari orang yang tidak kompeten untuk menyampaikan sebuah kalimat, utamanya tentang agama dan Islam secara khusus. Allahu a’lam.*