Dalam pelayaran Penajam-Balikpapan saya memilih tinggal di dalam mobil. Biasanya saya jalan-jalan ke dek atas sembari membaca buku walau 5 menit.
Tetapi ada dua alasan mengapa itu tidak saya lakukan. Pertama, lelah mulai menjalar. Kedua, saya ingin berbincang dengan sahabat yang tangguh dalam perjalanan.
Tanpa setting sebelumnya, ternyata kami berbicara tentang membaca. Awalnya sahabatku bertutur bahwa dirinya memang sulit banyak bicara.
“Artinya dalam konteks jadi wali, orang seperti Anda mudah sekali jadi wali. Dalam 24 jam Anda bisa hitung berapa kalimat yang meluncur dari lisan Anda,” itu kataku kepadanya. Ia tertawa terbahak-bahak.
Baca Juga: Membaca Penting Membaca Asing
“Saya juga pernah membaca bahwa ada seorang ulama yang dalam 24 jam ia mencatat kalimat apa saja yang keluar dari lisannya,” tegasku yang membuatnya mengangguk-angguk.
Lisan dan Bacaan
Guru saya dahulu sering mengatakan, “You are what you talk.”
Seseorang tidak akan berbicara melebihi kapasitas berpikirnya. Itu sambung guruku yang lain.
Dalam kata yang lain, lisan dan bacaan sangat berpengaruh. Jika seseorang kurang membaca, maka ucapan lisannya akan itu-itu saja.
Tidak jarang saya menemukan orang ogah datang ke sebuah pertemuan yang berisi paparan, karena mereka telah menebak, yang akan disampaikan paling seputar itu.
Kalau kita arahkan tema ini ke capres dan cawapres, kita akan mudah melihat, mana calon pemimpin negeri yang gemar membaca dan mana yang tidak.
“Jadi kalau Anda sedikit bicara itu bagus. Tetapi kalau Anda bisa bicara dan itu membuat orang lain merasa lebih baik, maka jangan enggan untuk bicara. Bicaralah dengan ilmu,” pesanku kepada sahabat tangguh itu. Ia tersenyum tanda meresapi.
Menjaga Lisan
Membaca sebenarnya juga dapat membantu seseorang menjaga lisan.
Dengan membaca orang bebas dari pembicaraan zonk, prank, dan tidak berguna. Semakin sering kita membaca, semakin baik waktu kita gunakan.
Gus Baha sering mengatakan bahwa tidur itu baik, kalau dengan tidur itu kita tidak maksiat, tidak buruk dan tidak rusak.
Akan tetapi, ungkapan itu sebenarnya bisa kita maknai bahwa kalau kita mau membaca, suka hadir dalam pengajian, maka itu lebih baik. Jauh lebih baik daripada kumpul-kumpul, kemudian di sana tidak ada tambahan kebaikan yang bisa kita peroleh.
“Lalu bagaimana supaya senang membaca?” sahabatku mulai bertanya.
Baca Lagi: Tularkanlah Tradisi yang Baik
Saya katakan, membaca tidak harus banyak, panjang dan melelahkan. Jika Anda punya waktu 5 menit, maka membacalah. Ia mengangguk dan tersenyum.
“Ya, saya lihat Anda membaca buku walau sebentar di dalam perjalanan ini,” ucapnya dengan penuh gairah.*